TABANAN, BALIPOST.com – Salah satu tugas Bulog adalah menyerap hasil panen petani sesuai harga HPP. Hal ini bisa dilakukan secara optimal jika harga gabah di petani dibawah harga HPP. Kenyataannya di Bali termasuk Tabanan, harga gabah justru jauh atau sekitar 30 persen di atas HPP. Hal ini menyebabkan Bulog tidak mampu menyerap optimal hasil panen dari Petani.
Kabid Pengadaan dan Operasional Bulog Bali, I Ketut Ginada saat ditemui di Dinas Pertanian Tabanan, Kamis (9/3) mengungkapkan, tahun ini target pengadaan atau penyerapan panen di Bali mencapai 11.500 ton. Sementara, di Kabupaten Tabanan sebagai lumbung pangan Bali ditargetkan terserap 3.500 ton.
Dalam merealisasikan hal ini, kendala yang dihadapi tetap sama selama sepuluh tahun terakhir yaitu harga jual gabah ditingkat petani umumnya berada dikisaran yang sangat mahal. Bahkan, harga dipasaran menyentuh 30 persen di atas patokan HPP yang ditentukan pemerintah, baik harga gabah maupun harga beras.
Harga yang mahal ini menyebabkan target pengadaan tidak tercapai. Seperti pada tahun 2015, Bulog Bali mematok target pengadaan mencapai 3.500 ton dan realisasinya tidak terpenuhi dengan maksimal. Begitu pula pada 2016 dengan patokan target pengadaan mencapai 5.000 ton, namun realisasinya hanya mencapai 2.500 ton.
Kondisi ini lanjut Ginada mengakibatkan pihak Bulog Bali mendatangkan beras dari Bulog Jawa Timur dan Bulog NTB untuk memenuhi kebutuhan di Bali khususnya untuk memenuhi kebutuhan Raskin, penyaluran untuk TNI dan untuk cadangan beras operasi pasar yang semua itu memang menjadi wewenang Bulog.
“Bulog Jawa Timur dan Bulog NTB ini cukup maksimal untuk melakukan pengadaan pada musim panen. Sebab di dua daerah tersebut produksi padinya melimpah. Harga jualnya juga berada dikisaran yang terjangkau oleh Bulog, sehingga pengadaan disana optimal,” tuturnya.
Dalam hal melakukan pengadaan beras pihak Bulog selalu mengacu pada aturan pemerintah melalui HPP. Artinya, berapa HPP yang ditentukan pemerintah, maka Bulog menyerap dengan melakukan pembelian dengan kisaran HPP tersebut. ‘’Tentu kita tidak bisa memaksa petani menjual produksi panenya sesuai HPP bila dipasaran lebih tinggi dari itu. Disisi lain kami mengacu pembelian sesuai HPP,’’ jelas Ginada.
Namun pihak Bulog masih bisa membantu petani dimana tahun 2017 ini Bulog mempunyai sistim komersial yang merupakan kebijakan baru dalam melakukan pembelian, khususnya beras. Kebijakan ini membuat Bulog dapat membeli beras yang berada di atas HPP dengan catatan, dari pembelian tersebut Bulog bisa memperoleh keuntungan meski persentasenya kecil.
Dari sistim komersial tersebut, tahun ini Bulog sudah melakukan pembelian mencapai 40 ton. Bahkan, dari pembelian tersebut sudah melakukan penjualan kembali kepasaran.
Menurut Ginada, harga beras komersial Bulog ini ditawarkan ke pasaran dengan harga bervariasi sesuai dengan kualitas beras.Terkait sistem pembelian komersial tersebut, pihaknya sedang menggenjot pembuatan jaringan rumah pangan. Salah satunya melibatkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) diseluruh kabupaten/kota di Bali dengan menyuplai beras. (wira sanjiwani/balipost)