SINGARAJA, BALIPOST.com – DPRD Buleleng setiap tahun melakukan tiga kali masa reses. Namun faktanya aspirasi melalui reses tersebut sedikit yang diakomodir dalam perencanaan pembangunan yang disusun pemerintah daerah.
Hal itu diungkapkan Ketua DPRD Buleleng I Gede Supriatna saat memimpin rapat dengar pendapat (RDP) gabungan komisi dengan eksekutif di gedung dewan Jumat (17/3). Rapat ini untuk mempresentasikan dan sekaligus meminta tanggapan eksekutif sebelum aspirasi itu diusulkan kepada pemerintah daerah.
Lebih jauh Supriatna mengatakan, setiap masa reses seluruh aspirasi yang masuk telah disusun kesekretariatan dewan. Laporan itu secara rutin diserahkan kepada eksekutif. Hanya saja, dari laporan reses itu, pihaknya mengakui kalau sedikit sekali laporan reses dewan yang dapat ditindaklanjuti dalam program pembangunan.
Pihaknya sendiri mengaku risih karena reses yang menjadi kewajiban dan dibiayai dari dana APBD. Satu kali reses, pimpinan dan anggota dewan “dibekali” Rp 30 juta. Jika ditotal 45 anggota dewan mendapat “bekal” tiga kali reses senilai Rp 90 juta dan dalam setahun APBD menanggung biaya sekitar Rp 4,5 miliar.Ketika laporannya tidak ditindaklanjuti, laporan reses itu seolah tidak menghasilkan sesuai keiginan masyarakat yang diwakili. “Tidak tahu apakah dijadikan apa yang jelas setiap reses melalui kesekretariatan kita melaporkan aspirasi yang masuk. Harapannya bisa ditindaklanjuti atau menjadi poin dalam menyempurnakan program pembangunan yang akan dijalankan pemerintah,” katanya.
Menurut Supriatna, meski belakangan laporan reses belum seluruhnya diakomodir, namun pihaknya tidak henti-hentinya mengusulkan agar apapun laporan reses dewan hendaknya ditindaklanjuti. “Walau usulan program pembangunan sudah selesai dibahas, tapi paling tidak hasil reses kami ini dijadikan bahan untuk menyempurnakan kembali program. Sehingga aspirasi masyarakat yang kita serap lebih banyak yang bisa diserap,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)