DENPASAR, BALIPOST.com – Pada jaman penjajahan, bangsa Indonesia beruntung telah mampu menyelenggarakan kegiatan pendidikan Nasional di sejumlah daerah. Seperti yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara dkk.
Cara ini guna menghadapi pendidikan kolonial yang diselenggarakan oleh penjajah. Sistem pendidikan pada saat itu telah berhasil memberikan penguatan terhadap budaya gotong royong dan semangat berkorban.
Hal itu terbukti dengan bangkitnya kesadaran baru bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan dari tangan penjajah. Dalam hal ini, menurut anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Nyoman Dhamantra, sistem pendidikan telah berhasil membangun karakter bangsa dengan konseps Homo Homini Socius, yang memiliki rasa toleransi dan membuat bangsa Indonesia dapat menerima perbedaan suku, ras dan agama.
Berbeda dengan kondisi saat ini, kata dia, akibat sistem pendidikan yang ada tidak lagi mampu mengatasi pengaruh buruk dari globalisasi ataupun universalisasi dan teknologi. Semua itu membuat semakin menguatnya semangat individualistik dan intoleran yang berdampak terhadap tumbuhnya eksklusivitas serta semakin menurunnya rasa kepedulian sosial. Ini pada akhirnya menjadikan manusia objek bagi manusia lainnya.“Di samping itu demi kepentingan ekonomi manusia telah menghalkan semua cara atas nama kepentingan pembangunan itu sendiri. Situasi itu menjadikan kondisi Homo Homini Lupus tidak terelakan, manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya,” ujarnya.
Untuk itu, kita harus membangun kesadaran untuk menjaga kesinambungan sebagai manusia yang beradab dengan kesadaran melakukan pengendalian diri. Termasuk menghargai perbedaan. (kmb/balipost)