SINGARAJA, BALIPOST.com – Penyandang disabilitas, warga Desa Petandakan, Kecamatan Buleleng ini tak putus berkarya. Kadek Manis yang sejak usianya masih sangat muda, sudah menekuni seni ukir ini mampu menghidupi kedua orangtuanya.
Saat ditemui di sela-sela menerima bantuan kursi roda di Dinas Sosial Buleleng, Senin (20/3), kondisi fisik Manis cukup memprihatinkan. Kakinya tak sempurna. Tampak lentur dan pertumbuhannya kurang normal.
Meskipun demikian, itu tak membuatnya putus asa. Itu terpancar dari senyum lebarnya yang sekaligus menunjukkan sikap ramah. Sembari berkumpul dengan teman-temannya yang senasib, laki-laki berambut panjang ini mulai bercerita.
Kakinya seperti itu mulai terjadi sejak usianya menginjak lima tahun. Berawal dari sakit. Akibatnya, pendidikan yang bisa ditempuh hanya sebatas Sekolah Dasar. “Karena seperti ini, saya tak bisa lanjut sekolah lagi,” tuturnya.Awalnya Malu
Sebagai penyandang disabilitas, awal-awalnya Manis mengaku malu pada orang lain yang fisiknya jauh lebih baik. Akan tetapi, berbekal tekad untuk maju, secara perlahan mulai bangkit.
Di usia sekitar 17 tahun, ia mulai belajar menjahit pakaian. Keterampilan itu mampu memberikan penghasilan untuknya. Namun itu hanya berlangsung sekitar tiga tahun. “Setelah itu prospeknya kurang bagus. Jadinya tidak lagi menjahit,” katanya.
Menghadapi persoalan seperti itu, semangatnya tak pernah hilang. Ia kembali mengasah kemampuannya sebagai tukang ukir kayu. Berkat kegigihannya, saat bekerja di Denpasar, karyanya pun sangat dilirik. Pesanan tak hanya datang dari masyarakat Bali, tetapi juga mancanegara. “Ukiran yang dibuat, salah satunya untuk pintu. Itu sampai dikirim ke luar negeri,” ucap Manis.
Perjalanan karirnya di Denpasar tidak berjalan mulus. Saat terjadi Bom Bali I, ia terpaksa harus kembali ke kampung halamannya. Namun, itu tak memudarkan semangatnya untuk menjadi tukang ukir. Kemampuan yang didapatkan secara otodidak ini tetap digeluti.
Meskipun tempatnya di desa, ia tetap dilirik untuk menjadi tukang ukir panggilan maupun pemborong di rumahnya. Hasil yang didapat cukup besar, yakni Rp 200 ribu per hari. Itu bisa dipakai untuk menghidupi kedua orang tuanya yang kini tak lagi bisa bekerja. “Saya tinggal dengan orang tua. Mereka saya hidupi dari hasil ngukir,” ungkapnya.Melalui keterampilan dan semangat yang dimiliki, Manis menyempatkan diri untuk berpesan kepada generasi muda, terutama yang fisiknya normal. “Anak-anak jangan manja. Harus bisa melakukan hal positif,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Buleleng, Gede Komang menuturkan selain Manis, masih ada sejumlah penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan. Beberapa juga sudah tergolong sukses. “Banyak yang punya keterampilan. Kami juga punya program pemberdayaan. Ini penting untuk bekal hidup mereka,” sebutnya. (Sosiawan/balipost)