MANGUPURA, BALIPOST.com – Terkait dengan hari raya Nyepi, seperti halnya tahun sebelumnya akan dilakukan pengukuran kualitas udara. Ada dua komponen kualitas udara yang akan diukur yaitu Gas rumah kaca dan partikulat atau debu. Perayaan Nyepi di Bali, merupakan kejadian yang sangat spesial karena aktifitas manusia berhenti total.
“Pengamatan seperti ini sudah pernah dilakukan pada tahun 2013 dan 2015. Tahun ini dilanjutkan dalam rangka memperkuat kesimpulan yang didapat dari pengukuran sebelumnya. Hasil sebelumnya ditunjukkan adanya pengurangan secara nyata gas rumah kaca dan partikulat tersebut,” ungkap Kepala bidang litbang Klimatologi dan kualitas BMKG Pusat, Ardhasena Sopaheluwakan, didampingi Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG wilayah III Denpasar, I Nyoman Gede Wiryajaya Kamis (23/3) kemarin.
Dijelaskannya, data hasil pengamatan pada tahun 2013 dan 2015, memang terjadi pengurangan gas karbondioksida (CO2) di kawasan Denpasar dan Badung sekitar 30-50 persen. Sedangkan untuk gas-gas yang lain ada penurunan hampir 70 persen. “Meskipun aktivitas secara keseluruhan berhenti, namun penurunan tersebut tidak bisa sampai 100 persen. Karena menurutnya, masih ada kontribusi dari pepohonan dan ativitas natural. Selain itu juga diperkirakan adanya sisa CO2 dari hari-hari sebelumnya,” jelasnya.
Ardhasena mengatakan, maksud dari pengukuran ini adalah untuk membuktikan dengan data bahwa memang aktivitas manusia secara nyata berkontribusi kepada kenaikan gas rumah kaca dan zat-zat tercemar. Keadaan itu di Bali sangat spesial karena satu pulau tidak ada aktivitas Manusia. “Keadaan tersebut tidak ditemukan di lokasi lain, karena di Bali bisa Satu pulau berhenti berakifitas. Sehingga bisa diukur berapa emisi atau konsentrasi dari gas rumah kaca dan partikulat yang diakibatkan oleh aktifitas manusia,” katanya.Ditambahkannya, kegiatan keagamaan seperti perayaan Nyepi ini menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa di Indonesia ada kegiatan nyata yang berkontribusi terhadap upaya-upaya mitigasi dari global warming dan perubahan iklim. Untuk teknis pengukurannya, akan dilakukan pengamatan di lima lokasi pada H-3 dan H3 serta dibandingkan dengan saat Nyepi. Lokasi yang dilakukan pengamatan nantinya mewakili semua pulau yaitu di Badung selatan, Jembrana, Karangasem, Bedugul dan Singaraja.
Dikatakan Ardhasena, untuk merespon perubahan iklim, ada dua jalan yaitu adaptasi dan mitigasi. Untuk adaptasi yaitu merespon terhadap dampak yang sudah terjadi.
Sedangkan mitigasi salah satunya seperti pelaksanaan Nyepi yang bisa berkontribusi terhadap mitigasi yang berarti mengurangi sebab dari pemanasan global. “Bali ini satu-satunya negara di dunia yang bisa menunjukkan hal tersebut. Kita menunjukkan langsung dengan angka. Bahkan ini sudah pernah disampaikan pada sidang-sidang internasional,” pungkasnya. (Yudi Karnaedi/balipost)