AMLAPURA, BALIPOST.com – Kisruh pengelolaan rumah pintar di Muntigunung, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, semakin berbuntut panjang. Komisi IV dan Komisi I DPRD Karangasem memanggil Pengurus PKK Karangasem, Pengelola Rumah Pintar (Rumpin) dan Kepala Plt. Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Karangasem, Kamis (23/3). Rapat dengar pendapat ini, terungkap sebelum terjadi kisruh rumpin di segel, pengelola rumpin sempat menerima intimidasi melalui telpon dan SMS.
Intimidasi yang diterima pengelola rumpin, disampaikan langsung Ketua Pengelola Rumpin, Ni Nengah Sari, S.Pd.,M.Ag. Dia menceritakan, sebelum terjadi penyegelan rumpin, Sari mengaku sempat didesak mundur sebagai pengurus saat rapat di Aula PKK Karangasem oleh oknum perbekel, Juli tahun lalu.
Alasannya, sudah ada draf pengurus baru untuk mengganti kepengurusan lama. Bahkan, agar segera “angkat kaki” sebagai pengurus, dia mengaku menerima berulangkali teror melalui telpon dan SMS melalui oknum masyarakat di desa setempat.
Intimidasi itu, membuatnya ketakutan dan tak berani melawan. “Akhirnya, kami legowo. Kami tak mau di intimidasi terus. Kami tak mau nyawa kami terancam, karena masalah ini,” kata Sari, yang sudah mengelola rumpin ini hingga mengukir prestasi nasional.
Anggota Pengelola rumpin lainnya juga mengaku tak nyaman dengan intimidasi itu. Mereka juga enggan memperpanjang persoalan ini ke pihak kepolisian dan enggan melawan. Padahal, mengganti kepengurusan rumpin di tengah jalan, merupakan bentuk kesewenang-wenangan.
Sebab, SK kepengurusan itu dikeluarkan oleh PKK Karangasem. Tetapi, pihak Desa Tianyar Barat malah sudah menyiapkan draf pengurus baru untuk menggantikan pengurus lama. “Kepengurusan lama masih aktif, tiba-tiba ada usulan draf pengurus baru dari desa. Padahal, yang keluarin SK kan dari kabupaten. Kami dulu memilih pengurus yang sekarang, karena ketuanya berprestasi. Bahkan sampai nasional,” terang Wakil Ketua PKK Karangasem, Ida Ayu Manik Aryani.
Sejumlah legislator yang mendengar keterangan pengurus rumah pintar dan PKK, terlihat heran. Kenapa ada oknum yang berani bertindak arogan seperti itu. Salah satunya, I Gede Dana menuding telah terjadi pembiaran oleh pemerintah daerah, terhadap aparatnya di desa yang bertindak arogan. Sebab, sejak masalah ini muncul, tidak ada langkah-langkah konkrit yang dilakukan pemerintah.
“Situasinya sudah segenting ini. Ada oknum yang arogan, ada intimidasi/kriminal, pengelolaan anggaran program kampung literasi sebesar Rp 115 juta juga tidak jelas. Tetapi, ini terkesan dibiarkan. Ini kan lucu pemerintahan kita,” kata politisi PDI-P ini.
Dengan situasi seperti ini, bagaimana nasib program kampung literasi? Hal ini menjadi sorotan Ketua Komisi IV, Nyoman Musna Antara. Sebab, ada kucuran anggaran dari pemerintah pusat sebesar Rp 115 juta. Bagaimana laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran ini, masih belum jelas. Bahkan, ketika PKK Kabupaten hendak melakukan monitoring ke rumpin ini, ternyata sudah disegel.
“Saat ada anggaran, menggebu-gebu minta anggaran. Tapi, saat dimonitoring ke rumpin, justru disegel. Ini ada apa?,” tanya politisi Golkar dapil Kubu ini.
Nengah Sari menjelaskan, sejak menerima kucuran dana Rp 115 juta ke rekening, sudah dilakukan pencairan dana dua kali. Pertama oleh Ni Putu Suaryani Rp 50 juta. Sisanya, kata Sari, dicairkan oleh Ketua Pelaksana Program Kampung Literasi, yang diketahui atas nama Agung Pasrisak Juliawan.
Legislator Golkar lainnya Komang Sartika, meminta Nengah Sari sebagai Ketua Pengelola Rumpin mampu mempertanggunhjawabkan penggunaan anggaran itu. Sebab, siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan anggaran itu sudah jelas, karena masuk dari pusat ke rekeningnya.
“Saya heran dengan persoalan ini. Sampai ada oknum di Desa Tianyar Barat membentak-bentak Pengurus PKK. Ini tak bisa dibiarkan. Jangan sampai ada negara di atas negara. Nengah Sari kalau di intimidasi, harusnya lapor polisi. Jangan ngalah,” tegas politisi dapil Kubu ini.
Dewan melalui Komisi IV dan Komisi I sudah memastikan akan terus mendalami masalah ini. Usai rapat dengar pendapat ini, dipastikan akan ada pihak-pihak lain yang akan dipanggil, agar persoalan ini gamblang.
Tujuannya, agar tidak ada desa-desa lain di Karangasem yang meniru tindakan serupa. Dewan menilai sekolah di Karangasen ada ratusan. Setiap sekolah ada komite sekolah. Kalau masalah ini tidak disikapi serius sampai tuntas, maka ini akan menjadi contoh buruk bagi desa-desa lainnya di Karangasem, yang berani menyegel lembaga pendidikan secara arogan. (bagiarta/balipost)