SINGARAJA, BALIPOST.com – Menjelang Hari Raya Galungan, warga Kecamatan Banjar punya kebiasaan yang jarang ditemui di daerah lain di Buleleng. Mereka “berburu” daging kerbau di pasar untuk diolah menjadi pelengkap sesajen.
Warga yang membeli daging kerbau sudah bisa ditemui di Pasar Desa Banyuatis dan Kayuputih, Kecamatan Banjar. Berdasarkan pantauan, Minggu (2/4) pagi, suasana Pasar Banyuatis yang berlokasi di sudut persimpangan Seririt-Bedugul menjelang Hari Raya Galungan sangat berbeda dari pada hari biasanya. Lahan parkir yang sebelumnya dipadati kendaraan, sebagian berubah menjadi tempat lapak penjual daging.
Yang dijual pedagang tak hanya daging babi atau ayam. Tetapi juga daging kerbau. Pemandangan demikian menjadi keunikan tersendiri lantaran sangat khas dan tidak ditemukan di seluruh daerah. Keberadaannya pun hanya setiap enam bulan sekali.
Salah seorang pedagang, Ayu Inten menuturkan daging kerbau bagi sebagian besar masyarakat Kecamatan Banjar wajib ada saat Hari Raya Galungan. Itu diolah menjadi sate dan tum yang nantinya juga dipakai melengkapi sesajen, disamping untuk konsumsi. “Pakai olahan daging kerbau sudah biasa setiap Galungan,” ujarnya.Pemotongan binatang pemakan rumput itu tak hanya pada hari penampahan, Anggara Wage Wuku Dungulan saja. Namun, sudah berlangsung beberapa hari sebelumnya.
Pedagang asal Desa Lokapaksa, Seririt ini menyebutkan harga jual per kilonya mencapai Rp 180 ribu. Tidak ada perubahan dari enam bulan yang lalu. Sekali berjualan, daging yang dihabiskan mencapai seperempat ekor. “Sekarang cukup sepi. Harga kerbau hidup sebenarnya mahal, sekitar Rp 30 juta per ekor. Tetapi harga daging tidak meningkat. Takut tidak laku,” imbuhnya.
Tradisi
Selain di Pasar Banyuatis, daging kerbau juga dijual di Pasar Kayuputih maupun di sejumlah bahu jalan di sekitarnya. Dikonfirmasi terpisah, Bendesa Adat Kayuputih, Nyoman Oka mengungkapkan pemotongan kerbau menjelang hari Raya Galungan sudah menjadi tradisi. Hanya saja, maknanya belum ada yang mengetahui secara pasti.
Berbeda halnya dengan pemotongan babi, yang salah satunya sebagai simbol menghilangkan sikap buruk pada diri. “Kalau maknanya belum diketahui sampai sekarang. Secara tertulis belum ditemukan. Potong kerbau ini sudah jadi tradisi,” ungkapnya.
Meskipun demikian, ia menilai dipakainya daging kerbau untuk pelengkap sesajen kemungkinan karena sifatnya yang dianggap sebagai binatang suci oleh sebagian besar masyarakat Hindu. “Kemungkinan karena seperti itu, makanya digunakan untuk pelengkap upacara. Kalau di Buleleng, tradisi ini banyak dijalankan masyarakat Kecamatan Banjar,” pungkasnya. (Sosiawan/balipost)