karya
Terlilhat sejumlah krama di depan Pura Catur Segara, Desa Ketewel, Sukawati.(BP/nik)
GIANYAR, BALIPOST.com – Ratusan krama mengikuti puncak karya di Pura Catur Segara, Desa Pakraman Ketewel, Sukawati, Senin (11/4). Karya digelar untuk memohon keharmonisan kepada Ida Bhatara Sang Hyang Baruna, atas derasnya abrasi yang menggerus seputaran Pantai Desa Pakraman Ketewel.

Beberapa tahun silam di selatan pura tersebut, warga sempat dihebohkan dengan kemunculan pulau misterius, namun menghilang setelah delapan tahun.

Bendesa Pakraman Ketewel, Wayan Beratha mengatakan, puncak karya di Pura Catur Segara, yang bertepatan dengan Purnama Kedasa ini memang bertujuan untuk menghaturkan persembahan kepada Sang Hyang Baruna. “Intinya kita memohon keselamatan kepada Ida Bhatara Baruna sebagai penguasa segara (lautan-red), agar tercipta keharmonisan, apalagi selama ini abrasi terlalu deras di bibir pantai Desa Ketewel,“ ucapnya.

Baca juga:  Bali Tetap di 10 Besar Kontributor Kasus COVID-19, Tambahan Kasus Harian Nasional Juga di Atas 4000 Orang

Wayan Beratha juga mengungkapkan cerita misterius dibalik pembangunan Pura Catur Segara. Dijabarkan sekitar tahun 1980 jumat paing wuku metal, warga digegerkan dengan kemunculan karang besar seperti pulau di laut selatan Pantai Banjar Manyar Desa Ketewel. “ Pulau itu berupa karang, jaraknya sekitar 500 meter di selatan pura yang sekarang. Bentuknya seperti meru cukup tinggi besar, saat air pasang saja tingginya kelihatan mencapai 5 meter,“ jelasnya.

Baca juga:  Bupati Mahayastra Serahkan Rp 1,45 Miliar Bantuan Bencana di Lima Pura

Warga bersama prajuru setempat lantas menanyakan kemunculan karang ini ke Mangku Putus. Setelah itu lah di lokasi tersebut di bangun pelinggih. Warga juga menggelar upacara nedunan tapakan, dari upacara itu diketahui yang berstana di karang tersebut adalah Ida Bhatara dari India denagn sebutan Ida Hyang Catur Wedana.

“Nah delapan tahun berselang, karang itu tiba-tiba menghilang dan hingga kini tidak terlihat. Dari penuturan pemangku katanya Ida Bhatara dalam wujud karang ini kembali ke niskala, “ bebernya.

Baca juga:  Disnaker Mediasi Manajemen Pan Fasific dan Karyawan Soal Pesangon

Kondisi ini warga setempat lantas berkeinginan membangun pura sebagai stana Ida Hyang Catur Wedana. Kenginann itu lantas baru bisa terealisasi mulai 2015 hingga kini pura tersetbut dinamakan Pura Catur Segara. “Setelah selesai dibangun, sekarang kami menggelar karya tamur malik sumpah melaspas, mendem pedagingan, ngenteg lingih dan pedudusan alit, “ tandasnya. (manik astajaya/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *