LHOKSEUMAWE, BALIPOST.com – Kuliner Aceh itu menggiurkan lidah! Dari Mie Aceh, sampai Ayam Tangkap, penuh sensasi.
Belum lagi kedai-kedai kopi yang “Masya Allah” nikmatnya. Sulit diungkapkan dalam narasi seindah puisi apapun. Kalau belum pernah mencoba, luangkan waktu, silakan terbang ke Aceh.
Salah satu kotanya, Lhokseumawe pun mulai melirik potensi wisata kulinernya sebagai daya tarik pariwisata. Festival kuliner bertema “Lhokseumawe Beranda Depan Indonesia” dilangsungkan kawasan Wisata KP3 Lhokseumawe, digelar pada Sabtu, 8 April 2017 lalu.
Rupanya, event ini cukup menarik minat banyak orang. Tak pelak, kegiatan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga sebagai ajang menumbuhkan atensi pada kuliner di Kota Petro Dolar.
Kuliner telah menjadi bagian tak terpisahkan, bahkan daya tarik pariwisata yang begitu menjanjikan. Selain sebagai sarana mengenalkan ragam masakan khas nusantara, kuliner juga menjadi identitas dari sebuah daerah. Potensi ini disadari benar oleh Lhokseumawe, Aceh, yang tengah berupaya melestarikan, mengembangkan, dan mempromosikan khasanah serta keberagaman makanan khas sebagai kekayaan, identitas, dan kebanggaan masyarakatnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Reza Fahlevi, melalui Kepala Bidang Pemasaran, Rahmadhani, mengatakan bahwa penyelenggaraan festival kuliner di Lhokseumawe dengan menghadirkan beberapa vendor kuliner lokal, nasional, dan internasional sepatutnya tidak hanya berlangsung begitu saja. Hal ini dapat menjadi penyemangat, khususnya bagi kawula muda, untuk berkiprah lebih serius di usaha kuliner yang sangat menjanjikan.
“Kegiatan ini juga dapat menjadi event tetap tahunan Pemerintah Kota Lhokseumawe dan masuk dalam Calendar of Event Aceh 2018, yang tentu saja perlu mendapatkan dukungan semua pihak,” katanya.
Dukungan dimaksud dapat berupa publikasi yang disebar secara luas, khususnya melalui media sosial, sehingga antuasiasme masyarakat semakin besar untuk memeriahkan acara tersebut. Dia memyebutkan semangat dan peran “Go Digital” dari Kementerian Pariwisata RI juga harus bisa diterapkan ke berbagai lini dan sektor sebagai sarana mempromosikan daerah. Caranya dengan menggerakkan anak-anak muda yang akrab menggunakan gawai atau smartphone.“Publikasi melalui peran media sosial dengan melibatkan anak muda menjadi penting dan strategis. Tidak hanya sebagai media publikasi, juga promosi dalam rangka memperkenalkan Kota Lhokseumawe sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dengan berbagai keunggulan daya tarik wisata alam dan budayanya,” jelas dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pelindo I, Bambang Eka Cahyana, selaku penyelenggara acara yang diwakili oleh Direktur Keuangan, Farid Luthfi, menyatakan bahwa festival kuliner ini dapat menjadi model dalam rangka mengembangkan sektor industri pariwisata di daerah. Harapan lainnya, yakni mendukung dibangunnya jaringan transportasi laut yang lebih memadai, seperti fasilitas pelabuhan dan peningkatan aktivitas kargo laut.
“Bila sektor pariwisata Aceh berkembang lebih baik, maka industri ini akan memberi dampak positif atau ‘multiplier effect’ terhadap perkembangan berbagai sektor perekonomian lainnya di daerah. Salah satunya adalah kebutuhan transportasi laut,” ujarnya.
Festival kuliner di Lhokseumawe dibuka secara resmi oleh Walikota Lhokseumawe diwakili oleh Asisten III, Miswar Ibrahim. Selain bazaar kuliner dan talkshow, festival turut dimeriahkan oleh beberapa masterchef terkenal, seperti Bara Pattiradjawane, Chef Uki, dan Chef Hinam dari Srilanka. Ditampilkan pula pertunjukan seni tari Ranub Lampuan, Tari Kipas, dan Dabus, serta kreativitas Agam Inong Lhokseumawe dan hiburan musik akustik.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, kuliner itu adalah produk budaya yang kuat. Kuliner Aceh cukup punya tempat di benak publik. “Memang ikon utama kuliner Indonesia itu soto. Lalu sate, nasi goreng, rendang dan gado-gado. Itulah yang dipromosikan di mancanegara,” kata Arief.
Protofolio produk pariwisata Wonderful Indonesia itu ada tiga, Alam (Nature) 35%, Budaya atau Culture 60%, dan Buatan Manusia (Man Made) 5%. Kuliner itu ada di kolom budaya yang 60% itu. “Kuliner itu sekitar 45% dari 60% portofolio budaya, jadi angkanya cukup besar” kata Arief Yahya. (kmb/balipost)