Cempaga
Tari Baris Dadap yang dipentaskan sejumlah pemuda dalam piodalan Pura Desa Cempaga, Minggu (16/4). (BP/sos)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Cempaga, Kecamatan Banjar, Buleleng tak hanya terkenal sebagai Desa Bali Aga. Disisi lain, desa yang berlokasi di dataran tinggi ini juga memiliki berbagai jenis tarian sakral yang berbeda dengan daerah lain. Beberapa diantaranya, yakni tari Jangkang yang melambangkan perang Dharma melawan Adharma dan Baris yang melambangkan pemuda gagah berani dengan sifat keprajuritan dan kepahlawanan.

Dua tarian yang telah menjadi warisan leluhur ini dipentaskan dalam piodalan Pura Desa Cempaga, Minggu (16/4). Saat berkunjung ke Desa Cempaga, suasana sakral sudah sangat terasa dari jaba pura desa. Sejumlah warga sibuk membawa gebogan dan berbagai sarana upacara ke dalam pura.

Kakinya melangkah cepat, tak peduli dengan teriknya sinar matahari. Saat itu juga terlihat anak-anak yang rata-rata masih duduk di bangku sekolah dasar mengenakan busana penari yang didominasi selendang warna-warni. Dipunggungnya juga terselip keris dan tangannya menggenggam bambu kecil yang panjangnya sekitar satu meter.

Rupanya, mereka akan mementaskan Tari Jangkan di Madya Mandala Pura Desa. Ditengah suasana demikian, nampak pula sejumlah pemuda yang mengenakan busana penari. Itu juga didominasi dengan selendang warna-warni.

Baca juga:  Maluku Tenggara Telusuri Jejak Leluhur ke Buleleng

Mereka yang akan mementaskan Tari Baris Jojor (Nyawi) dan Baris Dadap itu memperlihatkan keunikan. Gelungan yang dipakai tidak dihiasi dengan bunga buatan yang biasanya berwarna emas. Tetapi hanya menggunakan bunga mitir, kamboja dan daun pering. Meskipun demikian, itu tak menghilangkan kesan estetikanya dan justeru seperti menyatu dengan alam.

Ketika waktu mulai beranjak siang, pementasan pun diawali dengan Tari Jangkang. Penari yang seluruhnya laki-laki itu diringi dengan gamelan khas Bali Aga. Terlihat sangat sederhana. Demikian juga dengan intonasinya. Meskipun demikian, itu tak mengurangi taksu-nya. Sekitar setengah jam lamanya, pementasan tari yang gerakannya sederhana itu mampu memikat hati krama yang hadir. Keinginannya untuk menonton sangat antusias.

Selepas tarian itu, dilanjutkan dengan Baris Jojor (Nyawi). Pementasannya dilakukan oleh 12 pemuda secara bergilir. Gerakannya pun sangat khas. Sangat berbeda dengan tari baris pada umumnya. Demikian juga dengan tari baris dadap. Pementasannya yang berkelompok juga menyuguhkan gerakan sederhana. Hanya saja, ini diringi sejumlah anak-anak maupun orang dewasa yang memakai topeng berbagai rupa yang diyakini mampu menetralisir bhuta kala.

Baca juga:  Miliaran Dana Nasabah LPD Desa Adat Ngis Raib, Ketuanya Dikabarkan Menghilang

Perbekel Cempaga, Putu Suarjaya menjelaskan tarian tersebut sudah menjadi warisan leluhur yang rutin dipentaskan saat piodalan Pura Desa maupun Ngusbha Desa. Untuk tari jangkan, dijelaskan hanya boleh dipentaskan sekelompok anak-anak yang sudah mapinggah (sudah pergantian gigi). Itu melambangkan perang Dharma melawan Adharma.

Jiwa Keprajuritan

Sementara untuk Tari Baris Jojor menggambarkan jiwa keprajuritan dan gerakannya menunjukan kewibawaan seorang prajurit. Makna tarian ini adalah melambangkan atau mencerminkan seorang prajurit yang gagah berani di dalam medan perang pertempuran.

Sementara untuk Tari baris dadap melambangkan prajurit yang dengan gagah berani bertempur di dalam memenangkan ajaran darma yang bertujuan untuk menstabilkan atau menetralkan ajaran kebaikan. “Tarian ini sangat sakral. Selalu dipentaskan saat piodalan maupun Ngusbha Desa,” jelasnya.

Baca juga:  Nyakan Diwang di Kecamatan Banjar Masih Lestari, Bunyi Kulkul Tanda Dimulainya Tradisi

Desa Cempaga juga memiliki Tari Pendet yang dipentaskan pada piodalan di Pura Desa. Itu melambangkan penyambutan atau penuntunan atas turunya panca dewata ke alam dunia. Jumlah penari ini adalah enam orang, yang keluar pertama adalah dua orang berpasangan yang disebuat dengan tarian rendet.

Setelah itu disusul dengan penari yang keluar sendiri atau tunggal, disebut dengan tari jauk dan terakhir keluarlah seoarang penari wanita yang disebut dengan tari condong. Jenis tarian pendet ini adalah campuran yang digabungkan menjadi satu.

Selain itu, pada Piodalan Pura Desa ini, juga dipentaskan belasan jenis Tari Rejang. Tarian sakral ini melambangkan seorang wanita yang sangat anggun dan mempesona. selain itu ada pula tari Selir (Darot). tarian ini tidak semua orang bisa mempelajarinya. “Tarian ini hampir tidak bisa dipelajari karena pada saat menari orang dalam keadaan tidak sadar,” tandasnya perbekel yang juga kompeten dalam dunia pariwisata ini. (Sosiawan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *