JAKARTA, BALIPOST.com – Hingga saat ini, angka kejadian Malaria di Indonesia Timur masih tinggi. Bahkan beberapa daerah masih menyandang daerah dengan tingkat endemis tinggi.

Menurut Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr. M. Subuh, MPPM, kawasan Indonesia Timur menjadi zona merah yang belum bebas malaria. Penyebab dari sulitnya memberantas malaria di kawasan itu karena masih banyaknya kawasan rawa yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk anopheles.

Baca juga:  Apresiasi Capaian "Bali Era Baru," Pj Gubernur Berkomitmen Turunkan Kemiskinan Ekstrem hingga Stunting

Ia mengungkapkan beberapa wilayah Indonesia Timur seperti Sulawesi, NTT, Papua, dan beberapa pulau kecil di perbatasan negara masih menjadi zona merah yang diperhatikan oleh pemerintah.

Dari data yang ada, angka kejadian 5 tahun terakhir sejak 2012 sampai 2016, sudah menurun 50 persen. Dari 1,58 persen menjadi 0,84 persen. “Artinya sudah 70 persen masyarakat tinggal didaerah yang bebas Malaria,” kata Dirjen P2PL Kemenkes, Mohamad Subuh.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Bali Balik ke 3 Digit, Korban Jiwa Dilaporkan 3 Wilayah

Sejak 2015 dibuat target kabupaten/kota yang eliminasi Malaria sampai 2016 sudah 247 kabupaten/kota yang eliminasi Malaria. Sehingga target eliminasi secara nasional pada 2030 bisa tercapai.

Dikatakan Mohamad Subuh kalau pada peringatan Hari Malaria Sedunia 2017 yang dipusatkan di Ternate pada 26 April mendatang, sebanyak 7 kabupaten/kota akan mendapat sertifikat eliminasi Malaria dari Kemenkes. Penyerahan sertifikat akan diserahkan langsung Menteri Kesehatan pada acara tersebut. “Indonesia Timur masih menjadi penyumbang kasus Malaria secara nasional. Perlahan 5 provinsi yakni Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan NTT dari endemis tinggi menjadi rendah,” kata Subuh. (kmb/balitv)

Baca juga:  Kasus Hepatitis Akut Menyerang Anak, 3 Orang Diduga Terjangkit Meninggal di Jakarta
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *