BANYUWANGI, BALIPOST.com – Kota Banyuwangi yang banyak destinasi wisata indah dan atraksi kebudayaan, siap-siap diserbu banyak wisatawan. Pasalnya, Bandara Blimbingsari yang berkonsep green airport siap beroperasi penuh sebelum Lebaran Idul Fitri tahun ini.
Untuk mengawali operasional, terminal di bandara ini akan melayani direct flight dari Jakarta dan Surabaya. Saat ini, Bandara Blimbingsari memiliki runway sepanjang 2250 meter. Sepanjang 1800 meter di antaranya memiliki ketebalan PCN (pavement classification number) 27. Untuk mengakomodir pesawat Boeing PCN 27 akan ditingkatkan menjadi 40.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas mengatakan, pembangunan Green Airport Blimbingsari sengaja dilakukan sebagai salah satu upaya menarik wisatawan. Terlebih, terminal baru Bandara Blimbingsari merupakan terminal bandara berkonsep hijau pertama di Indonesia.
“Bandara yang unik akan menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi daerah kami. Apalagi tahun ini Banyuwangi punya 72 agenda pariwisata yang menarik. Kunjungan wisatawan pasti meningkat karena bandara beroperasi sebelum Lebaran,” jelas Anas, saat dihubungi, Minggu (23/4).
Bagaimana ide green airport ini muncul? Anas menceritakan dirinya sudah lama mencari ide untuk memulai pengembangan bandara. Beberapa waktu silam, dia bertemu dengan sejumlah eksekutif muda yang bisnisnya baru beranjak tumbuh.
Mereka menyarankan untuk membangun bandara penuh kaca, sehingga tampak modern. Namun, saat bertemu dengan pengusaha senior papan atas, dia malah disarankan untuk membangun bandara yang berkarakter lokal, hijau, dan tidak mewah dengan kayu-kayu bekas.
“Saya sempat berpikir keras dengan dua pilihan itu. Pertimbangan kuat saya, pengusaha-pengusaha senior itu sudah pengalaman keliling dunia. Mereka bilang sudah banyak bandara dengan desain banyak kaca. Akhirnya kami pilih desain sederhana tapi pesannya kuat dengan arsitektur yang unik dan hijau agar tidak kalah bersaing dengan bandara modern,” ungkap Anas.
Bandara dengan terminal berkapasitas 250.000 penumpang per tahun ini, diharapkan menjadi ikon baru yang mendukung pariwisata. Selain tampil dengan arsitektur penuh estetika, terminal ini mengedepankan penghematan energi dengan pendekatan konsep rumah tropis yang mengutamakan penghawaan udara alami alias tanpa air conditioner/AC, namun tetap sejuk dengan penanaman berbagai jenis tanaman dan konservasi air.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengapresiasi kinerja Banyuwangi dalam mengembangkan bandara. Pemkab Banyuwangi dinilai kreatif. Bandara dikembangkan bukan semata-mata sebagai sarana aksesibilitas, tapi juga estetika pendongkrak atraksi wisata.
“Bandara Banyuwangi itu bisa menjadikan ikon wisata, bukan semata-mata infrastruktur transportasi. Ini memberikan harapan baru bagi pariwisata Indonesia yang oleh Presiden Joko Widodo sudah ditetapkan sebagai core ecokomy bangsa,” ujar Menpar Arief Yahya yang juga kelahiran Banyuwangi ini.
Menpar Arief Yahya menjelaskan, di tengah fokus pemerintah pusat yang sedang gencar mengembangkan pariwisata melalui air connectivity, munculnya inisiasi green airport ini sangat menunjang perkembangan wisata di Indonesia. Banyuwangi sudah membuktikan sebagai daerah yang sukses mentransformasi dari agriculture ke tourism.
Jika daerah ingin sukses men-switch haluan pembangunan daerahnya ke sektor pariwisata, kuncinya CEO Commitment. Bupati Banyuwangi Azwar Anas sudah membuktikan itu. “Silakan belajar sendiri, bagaimana Banyuwangi membangun kreasi menjadikan kawasan wisata? Silakan ke Banyuwangi,” papar Arief Yahya.
“Saat kami dari pusat menggencarkan konektivitas udara, saya merasa ide green airport ini sangat hebat. Detail-detail pengerjaannya sangat cantik bikin pikiran fresh,” katanya.
Menpar Arief menilai, terminal baru Green Airport Blimbingsari mewakili desain bandara yang Indonesian Style atau bergaya nusantara. Untuk itu, bandara Blimbingsari telah menjadi percontohan pembangunan bandara yang khas Indonesia.
“Satu-satunya bandara dengan konsep Indonesian Style yang pernah dibangun. Terminal ini luar biasa, bagus sekali, sangat terasa Indonesianya. Terminal baru yang bagus ini akan menjadi percontohan nasional,” ujarya.
Sekadar informasi, bandara yang diarsiteki Andramatin ini desainnya mengadopsi kearifan lokal, yaitu arsitektur khas Suku Osing, masyarakat asli Banyuwangi. Dimana Atap terminal mengadopsi penutup kepala khas masyarakat Suku Osing, udeng. Selain itu, terminal baru Bandara Blimbingsari banyak menggunakan ornamen kayu yang juga dilengkapi dengan ornamen khas Banyuwangi. Bandara ini dibangun menggunakan dana APBD Banyuwangi sebesar Rp 40 miliar.
Bandara Blimbingsari berdiri di atas lahan seluas 4 hektar dengan kapasitas 250 ribu penumpang. Setiap harinya, terdapat 3 flight yang melayani rute Banyuwangi – Surabaya pp. Tercatat penumpang melonjak hingga 1.308 persen dari hanya 7.826 penumpang (2011) menjadi 110.234 penumpang (2015). Hingga November 2016, bandara tersebut telah melayani lebih dari 102.000 penumpang. (kmb/balipost)