penimbunan
Bendesa Tanjung Benoa I Made Wijaya, didampingi pengacaranya saat mengklarifikasi terkait pembuatan tanggul di sekitar Pura Pura Gading Sari dan menata kawasan Pantai Barat Tanjung Benoa.(BP/rah)
MANGUPURA, BALIPOST.com- Terkait penimbunan di pesisir barat Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Bendesa Tanjung Benoa I Made Wijaya mengklaim ingin menjaga kawasan hutan mangrove dan aset Desa Pakraman berupa Pura Gading Sari.

Selain itu, pihaknya ingin menyelamatkan wilayah Tanjung Benoa dari abrasi dan ingin menata kawasan hutan mangrove dari sampah, apalagi kawasan pantai barat dikunjungi ribuan wisatawan domestik dan asing.

“Wisatawan banyak mengeluhkan kondisi jorok di hutan mangrove dan kawasan pantai barat. Kami sebagai pemilik kawasan bertanggung jawab menjaga lingkungan tersebut. Masak kami biarkan kondisinya seperti itu?” tegas Bendesa Tanjung Benoa I Made Wijaya, didampingi pengacaranya I Made Ariel Suardana, Senin (24/4).

Ia juga membantah dituding melakukan reklamasi terselubung di kawasan tersebut. Ia kembali menegaskan krama desa pakraman hanya ingin berbuat baik menata, menjaga kebersihan kawasan itu dari kekumuhan dan abrasi. Caranya dengan membuat tanggul dari tumpukan karung berisi pasir agar kawasan itu, terutama areal Pura Gading Sari tidak tergerus.

Baca juga:  Ketua dan Bendahara LPD Belumbang Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan

Selain itu, nantinya kawasan itu akan digunakan tempat penyu bertelor dan menjadi daerah konservasi penyu berbasis edukasi serta berpeluang jadi wahana wisata baru. “Kalau reklamasi itu artinya ada pengurugan menggunakan alat berat. Upaya Jro Bendesa Tanjung Benoa murni untuk menyalamatkan kawasan itu dari abrasi. Ada pihak-pihak tertentu yang mengkamuflase kegiatan itu sebagai penimunan seolah-olah terjadi reklamasi terselebung,” tegas Suardana.

Terkait informasi adanya penebangan pohon, Suardana didampingi anggota tim kuasa hukum lainnya menegaskan, jalan yang menuju kawasan itu sudah ada puluhan tahun lalu. Hasil investigasi, lanjutnya, fakta di lapangan tidak ada penebangan tapi pemangkasan ranting saja. Tujuannya untuk menata jalan menuju Pura Gading Sari supaya mudah dilalui wisatawan dan warga saat sembahyang ke pura tersebut. “Justru saya heran ada seseorang yang menunjukkan foto batang pohon dibilang mangrove, padahal itu pohon waru. Pohon waru di ditebang jauh dari jalan tersebut,” tegas Wijaya.

Baca juga:  Mendukung Penyetopan Reklamasi

Suardana mengungkapkan berdasarkan Undang-undang No. 41 tahun 1999 pasal 67 ayat 1 huruf b tentang kehutanan menyebutkan masyarakat hukum ada sepanjang masih ada dan diakui berhak melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang.

“Jadi apa yang dituduhkan itu, menurut saya tidak masuk akal. Saya rasa pengaduan kegiatan itu ke Polda Bali disinyalir untuk melemahkan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa. Selain itu ada upaya mengkriminalisasi prajuru adat yang menolak reklamasi, ada upaya pengalihan isu. Saya berkeyakinan ada upaya mempidanakan niat baik masyarakat adat,” tandasnya.

Ditanya terkait proses hukumnya, Wijaya yang juga anggota DPRD Badung ini mengatakan sudah tiga kali dimintai keterangan dan itu sebatas klarifikasi. Ia menegaskan sama sekali tidak tahu ada pemotongan pohon mangrove dan fakta di lapangan hanya pemangkasan dahan di jalan tersebut. “Apa yang kami lakukan itu dalam rangka merealisasikan program Panca Pesona dan diimplementasikan melalui surat tugas kepada beberapa pihak yang diambil dari perwakilan masing-masing banjar,” ungkapnya.

Baca juga:  Desa Adat Kuta Gelar Nangluk Merana Dan Pamelehpeh Sasih

Seperti diberitakan, Polda Bali masih melakukan penyelidikan dengan memeriksa belasan saksi. Tim Unit I Subdit IV Dit. Reskrimsus Polda Bali sudah tiga kali mendatangi TKP dan sudah tidak ada aktivitas serta telah diratakan seperti semula. Berhubung masih tahap penyelidikan, polda belum menentukan ada unsur pidana atau tidak.

Hasil interogasi Bendesa Tanjung Benoa Made Wijaya, pihaknya melakukan penimbunan tersebut untuk melestarikan hutan mangrove. Selain itu untuk menyelamatkan Pura Gading Sari dari abrasi dan sudah dilakukan penimbunan lebar 10 meter serta panjang 20 meter.(kerta negara/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *