SINGARAJA, BALIPOST.com – Sejumlah pedagang di Pasar Kampung Tinggi, Buleleng mengaku tak puas pada tempat berjualan yang sudah dibagi oleh pengelola pasar. Alasannya karena ukurannya lebih sempit dari sebelum revitalisasi.
Menyikapi itu, pengelola pun diminta kembali melakukan penataan. Kondisi demikian juga mengundang perhatian komisi III DPRD Buleleng dan dilanjutkan dengan sidak, Selasa (25/4).
Salah seorang pedagang, Gede Redana menuturkan pascapembangunan rampung, pembagian tempat berjualan pada pasar tersebut langsung dilakukan pengelola, baik di lantai I maupun II. Masing-masing tempat telah dibatasi dengan garis hitam. Namun, dibalik itu, dirinya menyatakan kurang puas. Sebab, tempat yang didapatkan hanya 2 M x 125 cm, lebih kecil dari sebelum revitalisasi yang mencapai 2 x 2 M.
“Ukuran yang sekarang terbilang kecil. Kami sulit berjualan. Barang-barang banyak. Itu hanya penuh dengan meja saja,” ujarnya.
Supaya tak terus menuai keluhan, pengelola diharapkan kembali melakukan penataan. Hal tersebut juga penting untuk meminimalisir kekroditan menjelang hari raya. “Kalau bisa biar dikembalikan seperti dulu. Kalau sempit seperti ini, jelang hari raya pasti sangat krodit. Pembeli pasti membludak,” katanya.
Sementara itu, Pedagang Made Jelantik mengatakan pasar yang menelan anggaran revitalisasi Rp 2,77 miliar itu ditempati sekitar 200 pedagang. Rinciannya, lantai I 120 orang dan II 80 orang. Seluruhnya mendapatkan tempat berjualan yang cukup kecil. “Untuk yang di lantai I khusus untuk pedagang yang sudah punya sertifikat. Kalau diatas untuk yang belum punya,” sebutnya.
Ukuran tempat seperti itu juga mengakibakan pedagang harus kembali membongkar gerobaknya. Seperti halnya Wayan Dana. Ia harus mengeluarkan uang sekitar Rp 300 ribu menjelang pindah dari pasar darurat yang direncanakan pada 29 April mendatang. “Gerobak dulu lebarnya 140 centimeter. Sekarang tempatnya hanya 125 centimeter. Jadinya harus bongkar gerobak lagi. Harus mengeluarkan biaya,” tuturnya.
Ketua komisi III DPRD Buleleng, Ni Made Putri Nareni membenarkan keluhan sejumlah pedagang itu. Pihaknya menilai persoalan tersebut sebagai imbas kurangnya komunikasi antara pengelola dan pedagang. “Seharusnya sebelum menentukan tempat, adakan komunikasi dulu. Pedagang seperti apa maunya. Biar tidak seperti sekarang. Sudah menentukan tempat malah muncul masalah,” tegasnya didampingi sejumlah anggota.
Politisi Nasdem ini juga mengaku mendapatkan informasi ada sejumlah pedagang memiliki tempat berjualan lebih dari dua unit. Itu juga sangat disayangkan lantaran menyebabkan sejumlah masyarakat yang ingin berjualan tidak bisa mendapatkan kesempatan. Persoalan ini pun diharapkan segera mendapat tindaklanjut berupa penertiban.
“Revitalisasi jangan hanya pada bangunannya saja. Tetapi juga pada pedagangnya. Harus ditertimbkan. Kalau satu orang punya banyak, kan mempengaruhi kapasitas tempat juga,” terangnya.
Khusus untuk memecahkan persoalan itu, wakil rakyat asal Desa Les, Tejakula ini mengatakan hari ini akan diadakan pertemuan antara pedagang dan instansi terkait. “Besok (hari ini-red) akan diadakan pertemuan. Itu dihadiri perwakilan pedagang dan instansi terkait,” katanya.
Selain menyerap aspirasi pedagang, pada sidak tersebut komisi III juga menyoroti kualitas bangunan, salah satunya tiang beton yang bengkok. (sosiawan/balipost)