SINGARAJA, BALIPOST.com – Kerusakan bibir pantai di Buleleng akibat abrasi terpaksa dibiarkan begitu saja. Hal ini karena pemeirntah daerah tidak memiliki anggaran yang memadai.
Kerusakan pantai dibiarkan hingga bertahun-tahun itu tidak lepas karena pemeirntah daerah hanya mengandalkan bantuan dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali, Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, dan bantuan pemerintah pusat. Sejak beberapa tahun terakhir bibir pantai di Bali Utara mengalami kerusakan parah akibat abrasi.
Data di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) menyebut dari panjang pantai 157,050 kilometer, bibir pantai yang terabrasi sepanjang 48,262 kilometer. Pemerintah baru menangani kerusakan bibir pantai itu sepanjang 36,471 kilometer. Hingga tahun ini masih ada 11,791 kilometer kerusakan pantai akibat abrasi yang belum tertangani.
Lantaran penanganan yang lambat, kerusakan garis pantai tersebut semakin bertambah. Bahkan, bibir pantai yang sebelumnya telah dilindungi dengan beton pengaman pantai kembali mengalami kerusakan ringan hingga berat.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) Buleleng Nyoman Suparta Wijaya Kamis (27/4) mengatakan, sejak lama pemkab memang tidak mampu mengalokasikan anggaran untuk penanganan abrasi pantai. Selain karena kondisi keuangan daerah tidak mencukupi, sejak dulu tugas menangani kerusakan pantai dibebankan kepada Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida sebagai perpanjangan tangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) dan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali.
Diakuinya Pemkab setiap tahun selalu mengusulkan proposal kepada lembaga yansg berwenang itu agar mengangani kerusakan pantai. Hanya saja, usulan itu tidak sepenuhnya bisa direalisasi karena pemerintah pusat atau provinsi juga berdalih keterbatasan anggaran.
Atas kondisi ini, pemkab sempat mengaloaksikan melalui APBD sekitar tahun 2015 lalu untuk perbaikan kerusakan pantai di wilayah Buleleng timur. Akan tetapi karena mahalnya biaya yang dibutuhkan, perbaikan itu tidak bisa dilakukan setiap tahun. “Kendala kita jelas biaya yang tidak mencukupi, karena biaya per meter jalan mencapai puluhan juta dengan konstruksi batuarmor, sehingga kita hanya mengusulkan ke BWS dan provinsi, tapi usulan itu tidak segera bisa ditangani,” paparnya. (Mudiarta/balipost)