DENPASAR, BALIPOST.com- Menyandang status atlet biliar PON, kehidupan Yohanes Tinton Pratanu (32) makmur. Berdalih tidak bekerja tapi harus membiayai istri dan putrinya berusia tahun, ia terpaksa jadi pengedar narkoba dan direkrut sepupunya yaitu Frengky W (36).
“Tersangka YTP (Yohanes Tinton Pratanu) mengaku kadang-kadang kerja serabutan untuk bisa hidup. Apapun alasannya perbuatan YTP melanggar hukum dan itu yang harus disadari,” kata Kasat Resnarkoba Polresta Denpasar Kompol Wayan Arta Ariawan, Rabu (3/5).
Hasil penyidikan, lanjut Arta, sekali nempel paket narkoba tersangka dapat imbalan Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu. Oleh karena itu, tersangka tergiur dengan tawaran tersebut sehingga bisa membiayai hidup istri dan anaknya yang tinggal di Blitar, Jawa Timur. Namun Yohanes hanya menerima paket dari Frengky dan disuruh tempat di lokasi yang sudah ditentukan bandarnya.
“Kami sebenarnya prihatin dengan nasib atlet seperti YTP ini. Padahal saat PON 2016 di Jawa Barat, dia mempersembahkan medali perunggu untuk Bali,” ungkap mantan Kapolsek Kuta Utara ini.
Ia mengaku konsumsi sabu-sabu (SS) sejak 6 bulan lalu. Alasannya untuk menambah stamina. Sebelumnya, kedua tersangka ini ditangkap, Rabu (26/4) pukul 20.00 Wita di dalam mobil di Jalan Raya Sesetan, Denpasar Selatan. Dari Frengky disita dua paket SS yang disimpan di saku celana sebelah kanan dan 29 paket SS di dalam tas. Selanjutnya dilakukan pengembangan ke tempat tinggalnya di Jalan Tukad Balian Gang Godel, Suwung Kangin, Denpasar Selatan dan ditemukan tiga paket SS, satu timbangan elektrik empat pipa kaca dan satu bal plastik klip kosong yang disimpan dalam safety box. Berat barang bukti bersih keseluruhan 15,34 gram.
Sedangkan dari Yohanes diamankan satu paket SS. Polisi membawa tersangka ke tempat tinggalnya ditemukan satu paket SS.(kerta negara/balipost)
Yah beginilah wajah olahraga Indonesia, atlet sebesar Eliyas Pical pun berakhir menjadi security night club.
Kasian sekali, saya tidak membenarkan cara yg dilakukan Tinton, tapi tidak bisa pula menyalahkan, tiap hari latihan juga butuh biaya untuk sewa meja. Bonus dari KONI saja cuma 20juta/orang. Gaji apabila ada pelatda antara 1.7jt – 2.5jt.
Kalo tidak memiliki usaha sendiri dengan penghasilan yg lumayan baik, gimana caranya seorang atlet menjaga prestasi latihan terus selain harus membiayai anak istri ….. Perusahaan mana yg mau menerima pegawai yg letih karena berlatih.
Saran saya, ini masalah sosial yg harusnya menjadi bahan kajian pemerintah untuk diselesaikan dengan lebih manusiawi dalam memperlakukan atletnya.
Kalo cara pemerintah memperlakukan atletnya seperti ini terus, sama saja dengan mengatakan bahwa prestasi olahraga hanya dapat dimiliki mereka yg berasal dari keluarga mampu.
Semoga KONI Bali tidak menutup mata kepada Tinton