Ilustrasi kegiatan belajar siswa. (BP/dok)
BANGLI, BALIPOST.com- Wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Efendy untuk mereformasi pendidikan mulai tahun ajaran baru 2017-2018 dengan memberlakukan program 8 jam di sekolah mendapat tanggapan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bangli Nyoman Suteja.

Menurut Suteja, wacana tersebut cukup sulit untuk diterapkan di Bangli. Masih belum memadainya sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah di Kabupaten Bangli menjadi salah satu kendala program tersebut belum bisa diterapkan mulai tahun depan.

Kepada Bali Post, Selasa (2/5), Suteja mengatakan bahwa saat ini Bangli masih belum siap untuk menerapkan program 8 jam di sekolah sebagaimana yang diwacanakan Mendikbud. Salah satu kendalanya adalah menyangkut soal sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah di Bangli yang masih belum memadai.

Baca juga:  Disdikpora Denpasar Perkuat Program Literasi di Sekolah

Menurut Suteja untuk menerapkan program Mendikbud tersebut, sebuah sekolah harus memiliki sarana dan prasarana yang cukup. Areal sekolah yang dimiliki harus cukup luas sehingga ada tempat untuk mengisi kegiatan belajar di luar ruangan, beristirahat dan bermain bagi siswa.

Demikian juga dengan ketersediaan kantin yang bersih dan bisa menyediakan makanan untuk siswa selama berada di sekolah. “Seperti yang kita ketahui selama ini sekolah-sekolah di Bangli kan luas arealnya banyak yang belum memadai. Demikian juga kantin-kantinya, kan ketersidiaan makannya masih terbatas,” ujarnya.

Baca juga:  Kurang Relevan, Gubernur Koster Usul Sistem Rujukan BPJS Kesehatan Direvisi

Lanjut dikatakan Suteja, jika program Mendikbud diberlakukan mulai diberlakukan tahun depan tanpa memperhatikan hal-hal tersebut dikhawatirkan akan berpengaruh pada psikologis siswa. “Kalau sekolah seperti Bali Mandara yang lingkungannya cukup luas dan dari segi makanan siswa juga terpenuhi, bisa. Tapi kalau kita di Bangli rasanya masih belum bisa,” terangnya.

Namun demikian jika di Bangli program tersebut diwajibkan untuk diberlakukan mulai tahun depan maka sekolah yang menurutnya sudah bisa untuk dijadikan percontohan yakni SMP 2 dan SMP 3 Bangli. Sementara sekolah yang menurutnya tidak mungkin melaksanakan program tersebut yakni SMPN 1 Tembuku, karena luas areal yang dimiliki sekolah tersebut cukup sempit. “Kalau dipaksakan kami khawatirkan tujuan program untuk meningkatkan kualitas, malah bikin siswa stress,” imbuhnya. (Dayu Swasrina/balipost)

Baca juga:  Sekolah Khusus Siswa Pengungsi Diterapkan, Guru Mengajar Dua Tempat
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *