ngambeng
Terlihat sejumlah anak-anak sedang ngayah menjalankan tradisi ngambeng di Pura Samuantiaga. (BP/nik)
GIANYAR, BALIPOST.com – Puluhan anak-anak mengikuti tradisi ngambeng, serangkaian karya Bhatara Turun Kabeh di Kahyangan Jagat Pura Samuantiga, di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Minggu (7/5). Tradisi berupa mengumpulkan sarana upacara ini dilakukan anak-anak saat hari libur atau sepulang sekolah.

Tradisi ini dilakukan oleh seluruh anak-anak dengan mendatangi sejumlah rumah-rumah warga, lalu mereka mengatakan Ngambang yang artinya meminta sarana upakara seiklasnya untuk dipersembahkan ke Pura Samuantiga. “Di rumah warga, ini bilang saya Ngambeng, yang didatangi pasti sudah mengerti, lalu anak-anak ini akan diberikan haturan,” jelas Manggala Karya, I Wayan Patera didampingi Manggala Saba Pura Samuan Tiga, Ida Bagus Made Parsa.

Baca juga:  Arus Lalin ke Besakih Padat Dua Arah

Haturan atau persembahan yang diberikan bisa apa saja sesuai hasil bumi. Seperti buah-buahan, makanan dan lainnya. Selain menggelar Ngambeng, anak-anak di desa ini juga biasa ngayah atau bekerja adat di pura, mulai bersih-bersih hingga membantu membuat sarana banten.

Diakui, Patera, tradisi ini secara tidak langsung telah mengajarkan anak-anak di desa di lingku Samuantiga sejak dini mengenai arti ngayah. “Anak-anak di sini biasa, kalau sudah pulang sekolah, libur sekolah, pasti mereka ke pura, biasa di sini seperti itu,” terangnya.

Baca juga:  Gubernur Koster Angkat Bicara Soal Demo Mahasiwa Berujung Bentrok

Tradisi Ngambeng ini, lanjut Patera, berlangsung H-15 sebelum puncak piodalan berlangsung. Selanjutnya, setelah H-15, tradisi ini dilanjutkan dengan anak-anak membantu orang tua mereka ngayah di pura.

Selanjutnya puncak karya akan berlangsung pada purnama ke desta yang jatuh pada Rabu (10/5) mendatang.

Dikatakan karya piodalan kali ini berlangsung pedudusan alit dan setiap tahun diberi nama karya Turun Kabeh. “Karena saat piodalan, seluruh sesuhunan yang ada di beberapa pura di Gianyar ini berkumpul dan turun di sini,” jelasnya.

Baca juga:  Mediasi Gagal, Gugatan Kasus Tanah Pura Samuantiga Dicabut

Sementara itu, Manggala Saba, Ida Bagus Parsa menambahkan, pada saat piodalan dipuput oleh sulinggih Siwa-Buda. yakni Pedanda Siwa, Ida Pedanda dari Gria Wanayu Gianyar. Lalu pedanda Buda, Ida Pedanda dari Geria Buda Keling, Karangasem. Setelah piodalan, atau H plus 3 berlangsung Siat Sampian atau perang sampian seperti di Pura Penataran Sasih Pejeng. Terakhir H plus 15 atau akhir karya digelar Nyepi Pura. “Nyepi karya ini berlangsung di pura Samuantiga saja. Artinya warga tidak boleh ke pura,”tandasnya. (manik astajaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *