SLEMAN, BALIPOST.com – Tema Desa Wisata dan Homestay memang lagi ngehits, pekan ini. Maklum, Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata yang dipimpin Menpar Arief Yahya 18-19 Mei 2017 nanti bertema besar Homestay dan Desa Wisata itu. “Target kami 2019 terbangun 100 ribu homestay, 2017 ini 20.000 homestay desa wisata yang sudah digital,” kata Menteri Arief Yahya.

Ada satu inspirasi bagus yang datang dari Desa Wisata di Lereng Gunung Merapi, Jogjakarta. Tak sulit untuk menjelaskan mengapa ratusan orang datang ke Desa Wisata Pentingsari (Dewi Peri) yang berada di ketinggian yang berhawa sejuk itu. Bahkan datang dan datang lagi untuk sekadar “bermain” seharian atau malah menginap beberapa hari.

Ya, banyak alasan untuk jatuh cinta pada Dewi Peri. Siapapun Anda, dari mana pun Anda datang, pesona sang Dewi Peri sungguh memikat. Anda yang dari Jogja, luar Jogja atau luar negeri, pasti terpikat dengan kecantikan asli Dewi Peri serta kegiatan yang Anda bisa ikuti.

Lokasi Dewi Peri berjarak sekitar 25 km dari Bandara Adisucipto atau dari pusat Kota Jogja, sangat mudah dijangkau. Motor, mobil, bahkan bus besar pun bisa sampai ke lokasi. Ada tempat parkir yang bisa menampung 10 bus besar. Tempat parkir lainnya, bisa menampung belasan mobil.

Pada satu waktu, 1.000 orang tamu pun bisa ditampung beraktivitas bersama Dewi Peri. “Asal beda acara. Misal sebagian outbond, sebagian kuliah lapangan, yang lainnya kemah, dan kelompok lainnya belajar gamelan dan seterusnya. Kalau semuanya satu kegiatan kami tak sanggup,” ujar Ketua Desa Wisata Pentingsari Doto Yogantara.

Ya, Dewi Peri memiliki banyak potensi yang menarik. Ada tanah lapang yang bisa dipakai kemah. Ada halaman teduh yang nyaman untuk outbond. Ada 4 Joglo dan 7 Pendopo yang bisa dipakai untuk workshop atau kuliah lapangan. Lalu ada lahan sawah untuk belajar bertani. Ada 10 toilet publik dan 20 toilet milik warga yang bisa diakses publik.

Baca juga:  Sumampan Miliki Objek Wisata Air Terjun

Dari sisi atraksi, Anda akan bisa ikut warga masyarakat untuk bermain dan belajar gamelan Jawa (karawitan). Bisa pula praktik membuat selongsong ketupat dengan janur. Menanam padi, membajak sawah, bisa pula Anda lakukan di sini. Ada lahan atau sawah khusus yang disiapkan untuk wisatawan. “Bisa pula melakukan treasure hunt, membuat Gunungan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lokal,” tambah Doto.

Tak hanya itu, Anda juga bisa membuat bubuk kopi hingga siap untuk diminum. Mulai dari pengeringan, proses menyangrai dengan wajan, hingga menumbuk “gorengan” kopi itu menjadi bubuk halus yang siap seduh.

Ada 40 orang yang siap memandu Anda mengeksplorasi Dewi Peri. Keramahan dan pengetahuan mereka pada potensi Dewi Peri sudah teruji. Terbukti banyak rombongan tamu atau wisatawan yang menjadi repeater, berulang-ulang “meminang” Dewi Peri. Bahkan Atase Kebudayaan Perancis pun ikut “menjual” paket ini ke Perancis dan Belanda.

Untuk saat ini dominasi pengunjung masih dari kalangan domestik. Tapi rombongan datang dalam jumlah besar. Ada beberapa kali rombongan wisatawan asing. Namun jumlahnya tak sebanyak wisatawan mancanegara. “Semoga saja di masa mendatang makin banyak wisman datang dan belanja ke sini,” harap Doto.

Jika dalam sehari Anda belum tuntas menyelami seluk beluk Dewi Peri, tak perlu khawatir. Banyak tempat menginap di sini. Ada 80 homestay yang bersih dan nyaman. Kalau mau memilih tenda, pengelola siap menyediakan. Bahkan tenda VIP sekalipun. Tenda yang ada tempat tidurnya.

Baca juga:  DTW Jatiluwih, Tak Berani Patok Target Kunjungan Terlalu Tinggi

Sewa homestay pun sangat murah. Harga semua homestay sama karena ditetapkan oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Bahkan, tuan rumah pemilik homestay tidak akan mau menerima uang pembayaran dari tamu. Semua pembayaran melalui Pokdarwis.

Satu contoh paket live in 2 Hari 1 Malam dengan harga Rp 195 ribu/orang. Maka akan mendapat fasilitas penyambutan tarian tradisional/punokawan dan pembagian homestay. Lalu eksplorasi desa berupa jelajah desa, workshop pertanian dan perkebunan, susur sungai, bajak sawah, tanam padi, tangkap ikan, dan bola lumpur.

Eksplorasi seni budaya berupa belajar gamelan, tari tradisional, membatik, kreasi janur, wayang suket. Sedangkan eksplorasi ekonomi desa berupa pembuatan Tempe, kopi dan olahan jamur.

Paket lainnya Live in 3 hari 2 malam (3H2M) dan 4 hari 3 malam (4H3M). Paket 3H2M seharga Rp 360ribu/orang dengan tambahan kegiatan bakti Sosial berupa penataan fasilitas umun/bedah rumah/penghijauan/taman bacaan. Dan kegiatan ekonomi desa ditambah pengolahan ubi dan tanaman herbal.

Untuk paket 4H3M lebih lengkap lagi. Wisatawan juga mendapatkan tambahan fun game seperti permainan outbond dan malam api unggun/spontanitas. “Biaya-biaya tersebut sudah termasuk menginap dan makan 3x di homestay, welcome dance, fasilitator kegiatan, penggunaan aula, lapangan, soundsystem dan perlengkapan acara yang diperlukan,” tandas Doto.

Dewi Peri merupakan pilot projects konsep Community Based Tourism. Keterlibatan masyarakat dalam pariwisata dan mendapat manfaat langsung darinya begitu nyata. Selain mendapat pendapatan dari sewa homestay, warga bisa mendapatkan uang dari pekerjaan sehari-hari yang menjadi atraksi wisata. “Misalnya dia petani kopi. Lalu saat bekerja menyangrai atau menumbuk kopi ada wisatawan yang melihat atau ikut aktivitasnya, maka petani itu akan mendapat bayaran dari setiap tamu yang bersama dia,” tandas Doto.

Baca juga:  Dorong Pariwisata dengan Kerja Bersama, Setia Sepanjang Masa Jadi Tema Hut Korpri ke-46

Prinsipnya, semua keterlibatan warga dihargai dalam menggerakkan Dewi Peri. Karena profesi kehidupan mereka sesungguhnya adalah petani atau peternak. Kalau mereka meninggalkan pekerjaan dia sebagai petani untuk terlibat melayani tamu, maka ada kompensasi yang harus diterimakan.

Keterlibatan masyarakat juga terlihat dalam penyediaan makan untuk para tamu. Makanan ini dikelola oleh Ibu-ibu Dasa Wisma (PKK). Maka pada saat makan siang, jika disajikan prasmanan akan terlihat ibu-ibu menata meja panjang dan menu makan di atasnya. Kalau makan dalam bentuk nasi boks atau nasi bungkus, maka akan terlihat “pasukan” pengantar makan dengan motor yang membawa nasi bungkus melakukan droping.

Mereka yang menjadi pemandu, pendamping outbond, kerajinan janur, berlatih gamelan dan lainnya, mendapatkan bagian secara jelas dari Pokdarwis. Semuanya sudah ada aturan bakunya.

Dengan pola ini, hingga tahun 2016, sudah 80 persen masyarakat sudah menikmati multiplying effect pariwisata. Omset per tahun juga terus meningkat. Saat merintis awal pada tahun 2008 hanya 80 juta/tahun, pada 2009 melonjak menjadi Rp 250 juta. Kemudian menjadi Rp 500 juta pada 2010 dan Rp 600 juta pada 2014 dan sekitar Rp 2 Miliar pada tahun 2016.

Kini, dengan prinsip “menumpuk manfaat” dan melayani masyarakat –bukan hanya melayani tamu– Dewi Peri siap menyambut Anda semua. Tinggal pilih waktu dan paket yang Anda inginkan. Mau seharian atau menginap sekalian. Dewi Peri siap melayani. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *