Menteri Pariwisata, Arief Yahya, saat membuka Rakornas Kemenpar, Kamis (18/5). (BP/son)
JAKARTA, BALIPOST.com – Langsung menukik, menyasar ke akar masalah, dan mendrive ke arah tujuan yang sama. Itulah yang langsung digas Menpar Arief Yahya di Rakornas II Pariwisata 2017, di Hotel Bidakara, Jakarta, 18-19 Mei 2017. Tema Homestay Desa Wisata dikeroyok dengan spirit Indonesia Incorporated!

Target 20.000 homestay di tahun 2017 pun bakal dikejar secara gotong royong, oleh Kemenpar mitra, yakni Kemendes, Kemen PUPR dan private sector yang diwakili DPP REI. Menpar Arief benar-benar menggerakkan mesin Pentahelix, mengkolaborasi ABCGM, Academician, Business, Community, Government dan Media.

Dalam paparannya, Menpar Arief tak langsung menusuk ke penjelasan mengapa homestay harus digenjot dengan proyeksi 100 ribu di tahun 2019. Untuk mencapai tujuannya, dia justru menggiring audience untuk memahami Hukum Disrupsi (Law of Disruption) yang dipopulerkan Prof Rhenald Kasali.

Guru Besar Fakultas Ekonomi UI itu menyebut ada empat butir Hukum Disrupsi. Pertama, disruption attacks not any company, it attacts good company. Hukum disrupsi atau “kekacauan” ini menyerang perusahaan yang sudah establish.

Kedua, disruption attacts incumbent with strong reputation. Ketiga, it demands new machine rather than the old one. Keempat, it creates new market and low-end markets.

Baca juga:  Makin Meningkat, Ribuan Wisatawan Per Hari Kunjungi Nusa Penida

“Riil, ini sebuah keniscayaan. Cepat atau lambat pasti akan terjadi. Tinggal menunggu waktu saja, semua perusahaan, semua institusi, bahkan semua negara pasti akan terkena serangan disrupsi ini. Di era digitalisasi ini justru semakin cepat. Celakanya, yang menjadi sasaran empuk disrupsi digital adalah perusahaan atau organisasi konvensional yang besar dan performance bagus. Perusahaan yang telah memiliki reputasi mengagumkan selama berpuluh tahun sebelumnya,” ucap Menpar Arief Yahya, Kamis (18/5).

Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu bukan ingin menakut-nakuti. Dia juga tidak sedang mengada-ada. Contoh riilnya ada.

Pengelola transportasi konvensional sudah tergilas oleh pengelola transportasi online seperti Uber, Grab dan Gojek. Lalu, pengelola reservasi hotel secara konvensional tergerus oleh pengelola online company seperti AirBnB. Outlet penyewaan video Blockbuster yang tutup karena kehadiran Netflix.

“Selalu pada awalnya inovasi ini dinilai sebagai suatu kekacauan. Dipandang sebelah mata. Tidak banyak orang yang percaya, terutama para petahanana. Namun, pada akhirnya akan menjadi sesuatu keadaan normal yang baru,” bebernya.

Dan hal itu berlanjut ke butir ke-3 dari 4 butir Hukum Disrupsinya Prof Rhenald Kasali. Isinya, untuk sukses di era disrupsi setiap organisasi konvensional harus menggunakan “mesin” baru berupa model bisnis baru. Harus ada model operasi baru dan value proposition baru yang luar biasa. “Prinsipnya more for less. Bayar sedikit tapi dapatnya bisa banyak. Dan hal ini hanya bisa dicapai dengan pola bisnis berbasis digital, tidak bisa tidak,” ungkapnya.

Baca juga:  Sail Sabang 2017 Disupport Garuda Indonesia

Sadar akan dahsyatnya efek digital, mantan Dirut Telkom itu sejak tahun lalu sudah mendigitalisasi pengelolaan homestay. Ingat hukum more digital more global, more digital more professional. “Sekarang 2.000 homestay sudah terdaftar di digital platform Indonesia Travel Exchange (ITX),” jelasnya.

Dengan platform ini, seluruh homestay yang umumnya pemain UKM disatukan di dalam satu platform terintegrasi yang super efisien dan bernilai tinggi. Platform ini yang kemudian membantu masyarakat lokal pemilik homestay untuk mengelola homestay mereka dengan kualitas layanan setara dengan hotel chain kelas dunia. “Hukumnya wajib. Tidak bisa ditawar lagi. Yang nggak ikut usahanya pasti akan mati,” ungkapnya.

Efeknya pun akan sangat positif. Akan ada peningkatan market size dan market value industri pariwisata Indonesia. Bila dirunut satu-satu, sisi demand-nya akan meningkat. Pasarnya tidak hanya berasal dari satu sumber namun dari multi sumber dari seluruh dunia “Jadi homestay desa wisata kita bisa mendunia, tidak hanya beroperasi di Indonesia,” sebut lulusan ITB Bandung, Surrey University Inggris, dan Doktor Unpad Bandung itu.

Baca juga:  Bergantung pada Pariwisata, Semua Pihak Diajak Jaga dan Hormati Adat Istiadat Bali

Dan soal ini, Indonesia punya potensi besar. Dari durasi pembangunannya saja, homestay sudah jauh lebih unggul dari pembangunan hotel. Bila hotel butuh 5 tahun dan hight cost tourism, homestay hanya butuh waktu 6 bulan untuk membangunnya. Sifatnya Low-cost Tourism, ada di Desa Wisata dan berarsitektur Nusantara.

“Dan ketertarikan pengunjung terhadap home sharing mengalami kenaikan dari 10% (2016) menjadi 15% (2020) di kota-kota besar dunia. Di Asia Tenggara, trend nya juga naik dari 2% (2016) menjadi 5% (2020. Karenanya saya yakin Indonesia bisa menjadi pengelola homestay terbesar dan terbaik di dunia. Dan mimpi itu harus kita wujudkan bersama,” ucapnya.

Lebih lanjut Menpar Arief Yahya berterima kasih pada DPP REI, Kemendes, Kemen BUMN, Kemen PUPR. “Presiden Joko Widodo sudah menetapkan pariwisata sebagai core economy bangsa, karena itu memang harus digarap bersama-sama, dengan Indonesia Incorporated,” tuturnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *