SINGARAJA, BALIPOST.com – Tidak saja bangunan gedung perkantoran yang menjadi peninggalan penjajah Belanda. Akan tetapi kesenian Janger ternyata menjadi hiburan pada masa penjajahan di Buleleng. Janger dari Desa Menyali, Kecamatan Sawan merupakan pewaris kesenian yang muncul di masa penjajahan itu.
Untuk melestarikan dan membangkitkan nostalgia pada masa kejayaan Janger Menyali, sekaa Janger Saraswati hasil rekonstruksi ditampilkan di arena Pekan Kesenian Bali (PKB) Kabupaten Buleleng ke-39 belum lama ini di Eks Pelabuhan Buleleng. Penampilan ini sebelum mereka tampil di PKB ke-39 di Taman Budaya Denpasar Juni 2017.
Penampilan Janger Menyali menyedot perhatian penonton. Ini tidak lepas karena penarinya sudah berusia lanjut (lansia). Penari ini sebelumnya pernah menarikan tari janger sekitar 1960-an dan tahun 1970-an. Saat menarikan pada jaman dahulu, penari pria lebih dikenal dengan sebutan penampilan jipak (penari pria Janger Menyali, red)
Begitu penari dari balik panggung, penonton menyambut tepuk tangan yang gemuruh. Karena para penari tampil dengan costum menarik. Para penampilan jipak tampil necis. Mereka mengenakan baret merah, tanda pangkat, baju kemeja, celana pendek, kaos kaki, hingga sepatu. Berbeda dengan pakaian penari janger yang lazim dibawakan dalam janger kreasi.
Perbekel Desa Menyali, Kecamatan Sawan Made Jaya Harta mengatakan, jipak dalam tari Janger di desanya dulu memang menggunakan pakaian necis. Pakaian itu terinspirasi dari Tentara Belanda yang berlabuh di Pabean Buleleng (sekarang Eks Pelabuhan Buleleng-red).
Sejalan berjalannya waktu, pakaian dan gaya tari Janger Menyali perlahan menghilang akibat pengaruh kesenian lain, termasuk Janger Kreasi. “Kalau gending dan gerakan tarinya mirip-mirip, tetapi yang paling membedakan dengan janger kreasi pada pakaiannya yang paling mencolok. Dulu tarian ini pernah dipentaskan sampai ke Lombok. Masa kejayaan itu hilang hingga warisa kesenian di desa kami itu terancam punah,” katanya.
Menurut Harta, pemerintah desa mulai melakukan rekonstruksi Janger Menyali sejak Februari 2017. Rekonstruksi dilakukan, karena Janger Menyali diyakini sebagai kesenian yang sakral bahkan masuk dalam golongan tari sang hyang. Atas fakta itu, dirinya berkomitmen melestarikan tari Janger Menyali. “Harus kami lestarikan warisan leluhur yang ada sejak jaman Belanda. Rekonstruksi ini awal dengan menggandeng penari tua, dan selanjutnya kita akan regenerasi penarinya, sehingga tarian ini lestari sebagai kebanggaan Buleleng,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)