DENPASAR, BALIPOST.com – Penyalahgunaan narkoba setiap tahunnya merugikan negara hingga sekitar Rp 63,1 triliun. Mengingat, ada 72 jaringan narkoba di Indonesia yang terdeteksi Badan Narkotika Nasional (BNN).

Kalau satu jaringan menguasai Rp 1 triliun saja. Maka uang yang ada di Indonesia untuk narkoba sudah mencapai Rp 72 triliun.

“Mungkin ada yang ingat dengan Freddy Budiman. Freddy Budiman itu berdasarkan informasi PPATK, di rekeningnya itu Rp 3,6 triliun. Sedangkan jaringan yang ada di Indonesia ini jumlahnya ada 72. Kalikan saja duitnya. Jadi kalau kami mengatakan kerugian negara Rp 63,1 triliun menjadi masuk akal,” ujar Direktur Hukum BNN RI, Darmawel Aswar, SH.,MH dalam Rapat Koordinasi “Sinergitas Antar Instansi Terkait Dalam Penanganan Permasalahan Tindak Pidana Narkotika” yang digelar BNNP Bali di Ruang Praja Sabha, Kantor Gubernur Bali, Selasa (23/5).

Baca juga:  Dominasi Empat Zona Merah Capai 80 Persen dari Tambahan Kasus COVID-19

Rapat koordinasi dihadiri pula Kepala BNNP Bali, Brigjen Pol. Drs. I Putu Gede Suastawa, SH., dan Kepala Dinas Kesehatan Bali, dr. Ketut Suarjaya.

Darmawel menambahkan, dari sekitar 62 lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia, 22 diantaranya terdapat bandar narkoba yang mengendalikan bisnis haramnya dari dalam lapas. Bandar-bandar itu sebelumnya ditangkap oleh polisi dan aparat BNN. Ironisnya, transaksi justru banyak dilakukan di luar lapas.

“Mohon maaf teman-teman dari lapas, tidak mendiskreditkan teman-teman dari lapas. Tapi transaksinya bisa di luar lapas, tidak tahu bagaimana caranya. Ini menurut kami sangat berbahaya,” jelasnya.

Baca juga:  Kecanduan Judi Online, Pengangguran Satroni Sejumlah Rumah

Menurut Darmawel, keadaan itu dipicu juga oleh kondisi lapas yang sudah over kapasitas dan lamanya seorang Bandar dieksekusi mati.

Sementara itu, Kepala BNNP Bali, Brigjen Pol. Drs. I Putu Gede Suastawa, SH., mengatakan, BNNP Bali akan terus melakukan penangkapan pengedar narkoba. Mengingat, peredaran narkoba kini sudah borderless.

Ada negara-negara seperti Cina yang memperbolehkan rakyatnya memproduksi narkoba asal tidak dijual di Cina. Oleh karena itu, menjadi sangat berat untuk memutus mata rantai peredarannya.

“Seandainya saya mengatakan tidak akan banyak yang saya tangkap, jadinya aman kita semua. Indonesia tidak darurat, narkoba tidak ada lagi karena BNN dengan polisi tidak nangkap. Tetapi ingat, yang di bawah permukaan, yang matinya 35 menjadi 50 orang per hari karena saya tidak nangkap orang-orang pengedar, begitu dampaknya,” ujarnya.

Baca juga:  "Watersport" Diserbu Pengunjung, Pengelola Kewalahan

Di Bali saat ini, lanjut Suastawa, pemakai narkoba terbanyak berprofesi sebagai karyawan swasta. Terbanyak kedua adalah masyarakat yang tidak bekerja, disusul wiraswastawan di urutan ketiga, serta pelajar dan mahasiswa di posisi keempat. Tahun 2016, tercatat ada 61.353 yang di tahun 2017 ini naik menjadi 62.457.

“Semestinya yang direhabilitasi tahun lalu adalah 12.315 tetapi yang direhabilitasi adalah 974. Penyebabnya, satu, penyalahguna ini tidak mengakui diri sebagai penyalahguna. Merasa malu, takut dihukum, dipenjara, petugasnya galak, itu alasan-alasannya,” ujarnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *