nelayan
Perahu Selerek jenis purse seine yang biasa digunakan sebagai kapal tangkap di Selat Bali. Saat ini ada sekitar 140 kapal seperti ini. (BP/olo)
NEGARA, BALIPOST.com – Pascakedatangan para nelayan purse seine atau Perahu Selerek mengadu ke gedung rakyat, DPRD Jembrana mendatangi Syahbandar Banyuwangi akhir pekan lalu. Dalam pertemuan tersebut didapati kebenaran terkait pengukuran kapal. Sejumlah kapal purse seine berbahan kayu yang tahun-tahun sebelumnya berbobot dibawah 30 GT (gross ton), setelah dilakukan ulang tahun ini menjadi diatas 30 GT. Karena belum mendapatkan titik temu, Komisi terkait bersama pimpinan DPRD akan mempertanyakan hal tersebut ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI.

Ketua DPRD Jembrana, I Ketut Sugiasa dikonfirmasi Senin (29/5) mengatakan dari hasil pertemuan dengan Syahbandar Banyuwangi, didapati adanya sejumlah kapal yang dari pengukuran diatas 30 GT. Sehingga perizinan bukan lagi menjadi kewenangan di tingkat Provinsi, melainkan harus di pusat. “Ada pengukuran yang salah dilakukan tahun sebelumnya. Setelah diukur ulang ada perbedaan,” terangnya.

Baca juga:  Insentif Tim Medis COVID-19 Agar Disesuaikan Beban Kerja

Hal inilah yang dirasakan memberatkan para nelayan purse seine dan menyampaikan keluhan mereka ke wakil rakyat. Selain harus mengurus izin ke pusat, para nelayan selerek yang berbobot diatas 30 GT ini dikhawatirkan tidak akan mendapatkan BBM bersubsidi untuk kapal mereka. Dengan kondisi ini, maka perlu diperjelas di KKP khususnya Dirjen Tangkap.

Keluhan terkait pengurusan izin SIPI ini disampaikan berulangkali oleh perwakilan nelayan purse seine dan HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Jembrana. Dalam beberapa kali tatap muka baik dengan DPRD Provinsi Bali maupun DPRD Jembrana, persoalan pengurusan izin ini mengemuka. Para pengelola perahu mulai tahun ini harus memenuhi sejumlah persyaratan guna memperoleh SIPI.

Baca juga:  Liburan Imlek, Wisata Dolphin Ramai Pengunjung

Permasalahan muncul ketika berubahnya ukuran kapal dari sebelumnya dibawah 30 GT menjadi diatas bobot tersebut. Selain permasalahan kewenangan izin, para nelayan juga khawatir tidak memperoleh subsidi BBM.

Sekretaris HNSI, I Wayan Sudiarsana Yoga mengungkapkan untuk pengurusan izin kini membutuhkan waktu sekitar 3 bulan. Hal tersebut dirasakan sangat lama dan mengganggu aktivitas nelayan.  Begitu juga dengan adanya sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, termasuk pengukuran kapal. Para nelayan berharap ada solusi terkait hal tersebut (surya dharma/balipost)

Baca juga:  Segini, Persentase Penduduk Bali Isi SPO
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *