GIANYAR, BALIPOST.com – Maraknya penambangan batu padas di Tukad Petanu, kembali dikeluhkan warga. Bahkan puluhan anggota subak sempat melakukan aksi unjuk rasa ke sejumlah titik lokasi penambangan illegal tersebut, serta menyita sejumlah mesin tambang. Menyikapi aksi ini, Camat Blahbatuh bersama sejumlah intansi terkait pun menggelar rapat mediasi antara krama subak dan para pemilk tambang batu padas, di wantilan Pura ulun carik, subak kelawanan,Banjar Antugan, Desa Blahbatuh, Minggu (4/6).
Pekaseh Subak Klawanan, Ketut Purwa mengatakan, pihaknya hanya menjalankan Perarem Subak Kelawanan, yang melarang adanya upaya warga mengontrakan tanah di sekitar sungai Petanu untuk penambangan batu padas. “Perarem ini memang baru, yakni disahkan pada 2016 lalu, tujuannya untuk menjaga kelestarian lingkungan, “ ucapnya.
Berdasarakan peraream itu, pihaknya pun sudah beberapa kali memberikan teguran terhadap para penambang illegal. Seperti pada Kamis 25 Mei 2016 lalu, serta pemberitahuan berikutnya pada Minggu 28 Mei 2016 lalu. Dua kali teguran itu tidak digubris oleh para penambang, akhirnya seluruh krama Subak Klawanan yang berjumlah 70 orang sepakat melakukan penertiban ke lokasi penambang illegal itu pada (Kamis 1 Juni-red).
“Jadi kami sudah beberapa kali memberikan teguran berdasarkan perarem, namun tidak digubris, makanya kemarin di beberapa lokasi penambangan itu kami menyita sejumlah mesin pemotong batu,“ katanya.
Purwa menjabarkan bahwa krama subak sangat diresahkan dengan aksi penambang illegal yang tidak memiliki batasan. Apalagi sebelumnya salah satu saluran irigasi sempat jebol akibat penambangan ilegal ini. “Kalau sekarang penambangan ini mengikis terlalu ke pinggir sampai mepet dengan areal persawahan. Sehingga sebagai petani kami resah, bila nanti sawah kami longsor akibat tebing bekas penambangan batu padas yang ada disebelahnya ini, “ ucapnya.
Berdasarkan pertimbangan itu, pihaknya pun berharap seluruh penambangan batu padas tersebut dihentikan. Pemerintah juga diminta bisa melakukan penertiban terhadap aksi illegal tersebut. “ Kami disini hanya melaporkan, tolong sekarang pemerintah yang mengambil tindakan atas aktifitas yang belum memiliki ijin ini, “ tandasnya.
Perbekel Desa Blahbatuh, I Gusti Ngurah Agung Pidada menyampaikan bahwa permasalahan ini berawal dari pelaksanaan gotong royong pembersihan area Subak Kelawanan. Nah kala itu krama subak menemukan ada area tambang yang melewati batas-batas yang disepakati. “ Sempat dilakukan pemberitahuan terkait hal ini, namun karena tidak ada jawaban pasti dari pihak penambang, maka krama subak menahan alat penambang berupa, mesin gerinda pemotong paras dan mesin sensor, selanjutnya pihak penambang melaporkan permasalahan tersebut ke pihak desa blahbatuh, “ ucapnya.
Sementara Camat Gianyar Ketut Nayarana mengatakan bahwa krama Subak Klawananan keberatan bila kawasan pertanian sampai terkena imbas dari aksi penambangan illegal. “Nota bena galian batu padas itu juga tidak berijin, tetapi dari masyarakat sendiri juga sudah terlanjut mengontrakan tanahnya untuk dijadikan penambangan, dalam hal ini tentu kita harus kembali ke peraturan yang berlaku,“ terangnya.
Ketut Narayana menyatakan saat ini kewenangan terkait izin galin C batu padas ada di Pemerintah Provinsi Bali. Bila kini ditemukan penambangan illegal, seharusnya intansi terkait diprovinsilah yang melakukan penertiban. “Kami sendiri juga akan meneruskan laporan ini ke Provinsi, sehingga nanti Provinsi bisa melakukan penertiban terhadap penambangan illegal,“ ucapnya.
Pertemuan Minggu kemarin total dihadiri sembilan pemilik tambang batu pada illegal. Seperti Wayan Gunadi asal Desa Keramas, Wayan Wistra asal Desa Silakarang, Nyoman Muri asal Desa Singapadu, Erna asal Singapadu, Dewa Kasih Desa Tegenungan, Wayan Daweg Desa Lodtunduh, Dewa Ketut Parta asal Singapadu, Ibu Sukti asal Desa Blahbatuh, dan Made Adik asal Desa Blahbatuh.
Salah seorang penambang Wayan Gunadi mengaku baru enam bulan melakukan aksi penambangan batu padas di Kawasan Tukad Petanu. Dikatakan ia menerima oper korntrak senilai Rp 60 Juta dari pengontrak sebelumnya. “Saya tidak tahu ada perarem seperti ini, saya saja baru enam bulan ngontrak disini,“ ucapnya. (manik astajaya/balipost)