JAKARTA, BALIPOST.com – Belakangan media massa diramaikan kasus persekusi. Kasus kekerasan dan persekusi terhadap anak dan perempuan marak. Semua terjadi diakui karena lemahnya konsep antisipatif.

“Kita Indonesia lemahnya dalam konsep antisipatif, padahal banyak isu yang terjadi dalam masyarakat, yang sebenarnya kita sudah tahu, tapi kita tidak angkat itu dan memikirkannya,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise.

Baca juga:  Hadapi Kekerasan, Menteri PPPA Kampanyekan "Dare to Speak Up"

Ia menambahkan, persekusi terhadap perempuan dan anak, meski tidak menimbulkan luka fisik, namun perlakukan tersebut merendahkan martabat yang dapat menimbulkan dampak psikologis bagi perempuan dan anak. “Mereka dikhawatirkan menjadi minder, kehilangan rasa percaya diri, dan menarik diri dari lingkungan, bahkan dapat mengancam keselamatan jiwanya,” ujarnya.

Berbagai kasus kekerasan dan aksi persekusi yang ramai diberitakan oleh sejumlah media massa, diantaranya kasus yang dialami PMA (15) di Jakarta, Afi Nihaya Paradisa di Banyuwangi, Ibu Nuril di Lombok dan Dokter Fiera di Solok. Mereka dinilai telah melakukan penghinaan terhadap salah satu ketua organisasi masyarakat.

Baca juga:  Merdeka Belajar Diklaim Hasilkan Perubahan Positif

Menteri Yohana menilai Indonesia lemah dalam konsep antisipasi. Menurutnya, 25 tahun yang lalu, belum memikirkan akan muncul konflik sosial seperti ini. “Meski demikian, kita harus melindungi perempuan dan anak. Kami tetap berkoordinasi dengan Kapolri etrkait persekusi dan menghubungi Bupati Solok serta koordinasi dengan kementerian terkait dan pemerintah daerah setempat,” ungkap dia. (kmb/balitv)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *