BANGLI, BALIPOST.com – Sebagian besar masyarakat masih mengkramatkan lontar. Lontar biasanya hanya dikeluarkan dari tempat penyimpanan untuk diupacarai saat rahinan tertentu seperti Saraswati.
Karena jarang dirawat, kebanyakan lontar milik masyarakat yang diwariskan dari leluhur mereka kondisinya kini sudah rusak akibat dimakan usia. Koordinator Tim Konservasi Lontar Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Bangli Made Oka Samudra mengakui hal itu, Rabu (7/6).
Dia mengatakan bahwa selama ini masih banyak masyarakat yang menganggap lontar sebagai salah satu benda warisan leluhur yang harus dikeramatkan. Lontar yang sejatinya bisa dipakai pedoman untuk melaksanakan kegiatan ataupun prosesi seperti upacara, tata cara pengobatan dan lainnya sesuai dengan isinya, kebanyakan hanya disimpan oleh masyarakat dalam kotak sederhana seperti sokasi atau kotak kayu di merajan dan diupacarai saat rahinan tertentu. “Masih banyak masyarakat yang mengkramatkan lontar. Jangankan membaca isinya, bahkan mengambilnya pun masih banyak yang takut,” ujarnya.
Dia menyebutkan dari hasil penjajakan yang selama ini dilakukan ke desa-desa di Bangli, hanya ada sekitar 10 warga yang bersedia lontar miliknya dikonservasi. Kebanyakan warga memilih merahasiakan lontar yang dimilikinya dan menolak untuk dikonservasi karena alasan telah ditengetkan leluhurnya sejak lama.
Sejauh ini, tim konservasi lontar yang terdiri dari puluhan petugas penyuluh Bahasa Bali sudah berhasil mengkonservasi sekitar 31 cakep lontar di dua tempat yakni di Banjar Tanggahan Talangjiwa Demulih dan Desa Tiga Kecamatan Susut. Tim kembali melakukan konservasi terhadap 30an cakep lontar di Desa Tamanbali pada Rabu.
Oka Samudra membeberkan, dari hasil identifikasi yang dilakukan tim, jenis lontar yang dimiliki masyarakat kebanyakan berupa lontar bebantenan, usada dan kawisesan. Dari sekian naskah lontar yang telah diidentifikasi, hanya beberapa yang mencantumkan tahun pembuatannya.
Agar kedepan lontar-lontar yang masih banyak tersebar di Bangli bisa terselamatkan dan diwariskan ke generasi penerus, pria asal Banjar Penida Kaja, Desa Tembuku ini mengharapkan kesadaran masyarakat untuk merawat lontar-lontar yang dimiliki. Pihaknya sangat siap membantu mengkonservasi lontar apabila dibutuhkan masyarakat.
Sementara itu pemilik lontar Dewa Gede Ngurah Oka mengatakan bahwa 30 cakep lontar yang dimilikinya saat ini merupakan warisan dari kakek buyutnya. Kebanyakan lontar yang kini tengah dikonservasi tim berisi soal padewasan dan usada. Selama ini dirinya mengakui bahwa lontar-lontar miliknya jarang dirawat dan sebagian kondisinya sudah rusak. (Dayu Swasrina/balipost)