DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana Bawaslu yang akan menunda pelaksanaan Pimilihan Gubernur (Pilgub) di Bali yang disebabkan oleh minimnya alokasi anggaran dari Pemerintah Propinsi Bali merupakan alternatif yang tepat bagi pelaksanaan hajatan demokrasi di Bali. Penundaan pelaksanaan pilkada dirasakan lebih baik ketimbang akan berpengaruh pada akhir proses pilkada yang tidak maksimal.
Hal itu dikatakan Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilu Untuk Rakyat (JPPR) Propinsi Bali, Subro Mulissyi, Jumat (9/6). Menurutnya, pilkada serentak tahun 2018 di Propinsi Bali bisa saja ditunda apabila pemerintah daerah tidak siap untuk mendanai. Penundaan dapat dilakukan hingga masa periode pilkada serentak berikutnya.
“Kalau di suatu daerah belum siap, boleh jadi ikut pada periode berikutnya. UU mengatur dalam hal terjadi bencana alam, kerusuhan dan atau gangguan lainnya, maka dapat dilakukan penundaan pemilihan. Kami memahami gangguan lainnya salah satunya adalah anggaran, itu kalo merujuk pada UU No 10 tahun 2016,” kata Lizi yang juga mantan Ketum Pemuda Muhammadiyah Bali.
Lizi menjelaskan, penundaan pilkada itu jelas ada tiga sebab yang bisa menunda pelaksanaannya salah satunya mengenai anggaran pengawasan. Apabila ketiadaan dana yang berkaitan dengan pengawasan pilkada yang merupakan salah satu instrumen penting dalam pengawasan pelaksanaan pilkada.
“Sekarang yang paling memungkinkan wacana penundaan pilkada kan soal kesiapan dana, kesiapan dana kan belum sepenuhnya dijelaskan oleh pihak eksekutif, salah satunya dana pengawasan. Pengawasan ini sangat penting dalam tahap proses pilkada dan tidak bisa dikelola dengan cara serampangan,” tegasnya.
Pengawasan yang dilakukan terhadap proses pilkada akan berujung pada kualitas pilkada. Kualitas ini akan dipertanyakan kalau pengawasan tidak maksimal apalagi kalau Bawaslu Bali tidak melakukan pengawasan alias boikot karena tidak tersedia dana.
“Jika terjadi pelanggaran siapa yang bertanggungjawab? Bawaslu dalam hal ini juga tidak mau disalahkan, karena masalahnya bukan di Bawaslu melainkan karena anggaran yang tidak mencukupi untuk melakukan pengawasan sesuai dengan UU. Karena pengawasan yang dilakukan yakni sampai di tingkat desa dan TPS,” katanya. (agung dharmada/balipost)