TABANAN, BALIPOST.com – Pemilihan Perbekel (pilkel) tahap II serentak di kabupaten Tabanan akan digelar bulan Agustus 2017 mendatang. Setidaknya akan ada 14 desa yang melaksanakan Pilkel tahun ini, salah satunya desa Mengesta, Penebel yang sempat gagal dalam Pilkel tahun 2015 silam.
Kabid Pemerintah Desa, I Made Sadia, S. Sos mengatakan untuk pelaksanaan Pilkel 2017 sudah memasuki tahap sosialisasi ke masing-masing desa yang akan menggelar pemilihan. Menurutnya selain di desa Mengesta, pilkel tahap II ini akan dilakukan oleh 14 desa tersebar di delapan kecamatan.
Hanya desa yang ada di wilayah kecamatan Tabanan dan kecamatan Kerambitan saja yang tidak menggelar pemilihan kepala desa. “Panitia pilkades tingkat desa sudah terbentuk, dan sosialisasi tahapan sudah rampung,” bebernya Minggu (11/6).
Salah satu persiapan yang mulai dilakukan desa adalah pemutakhiran data pemilih. Kepala Disdukcapil Tabanan, IGA Rai Dwipayana mengakui sejumlah desa yang melaksanakan pilkel sejauh ini telah mengambil data kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) untuk dimutakhirkan.
Pemutakhiran ini karena ada warga yang belum belum memiliki KTP elektronik atau melakukan perekaman data kependudukan. Desa yang mengambil data kependudukan di kantornya melalui permohonan surat resmi. “Sudah ada yang mengambil dan data itu untuk kepentingan pilkel kami sudah serahkan dalam bentuk soft copy untuk dimutakhirkan kembali,” kata Rai.
Agar pelaksanaan Pilkel dapat berjalan lancar, masing-masing desa pelaksana diberikan anggaran sebesar Rp 40 juta. Anggaran tersebut sudah termasuk untuk penyediaan logistik pemilihan. “Untuk pelantikan nantinya anggarannya di kabupaten,” ucap Sadia.
Dalam pelaksanaan pilkel kali ini, Made Sadia berharap seluruh tahapan bisa mengacu Undang-undang No. 6 tahun 2015. “Yang terpenting saya harapkan dalam proses pemilihan tidak ada tekanan politik dan kebijakan,” ucapnya.
Dan yang berbeda dalam pilkel kali ini yakni jika sebelumnya para calon perbekel harus berdomisili di desa bersangkutan, tapi kini berlaku secara nasional. Artinya bakal calon kepala desa tidak harus berasal dari desa yang melakukan pemilihan (berasal dari desa lain, red) namun setelah terpilih diwajibkan yang bersangkutan untuk menetap atau berdomisili di desa setempat. “Kecenderungan masyarakat lebih memilih calon kepala desa yang berasal dari desa setempat, karena selain sudah paham tentang desa juga sudah kenal betul dengan permasalahan yang ada di desa,” jelasnya.
Tidak hanya itu saja, seorang kepala desa juga dituntut melek IT. Ini sejalan dengan tanggung jawab dan beban tugas seorang perbekel dalam mengelola keuangan desa yang nilainya sangat tinggi. “Desa sudah mulai mendapat perhatian dari pemerintah, disinilah tantangan sangat berat dengan godaan yang cukup tinggi, seorang perbekel harus yang mumpuni untuk itu,” sarannya. (Puspawati/balipost)