SINGARAJA, BALIPOST.com – Puluhan pengurus subak dari sejumlah desa di Buleleng mendesak pemerintah daerah secepatnya memperbaiki kerusakan jaringan irigasi yang rusak parah akibat bencana alam belum lama ini. Tidak saja bersurat resmi, mereka juga mendatangi kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) untuk meminta kepastian waktu perbaikan jaringan irigasi di wilayah mereka. Jika irigasi dibiarkan rusak, maka lahan pertanian terancam mengalami kekeringan, karena kekurangan air pada musim keramau tahun ini.
Informasi dikumpulkan di kantor Dinas PU-PR Buleleng Rabu (21/6) menyebutkan, ada sekitar 29 pengurus subak beberapa hari terakhir mempertanyakan kejelasan bantuan pemerintah daerah untuk memperbaiki kerusakan jaringan irigasi akibat bencana alam. Hal ini karena setelah sederat bencana melanda Bali Utara, pemeirntah daerah menjanjikan akan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Akan tetapi setelah berbulan-bulan bencana berlalu, perbaikan tidak kunjung jelas. Bahkan, jaringan irigasi sekarang dibiarkan rusak hingga tidak berfungsi sama sekali.
Menyusul perbaikan yang tidak kunjung jelas, petani di subak tersebut mencoba memperbaiki jaringan irigasi dengan mengumpulkan dana urunan. Akan tetapi upaya itu tidak berhasil optimal, karena volume kerusakan jauh lebih besar dibandingkan biaya yang berhasil dikumpulkan. Petani sekarang was-was jika usaha tani mereka merugi. Apalagi, musim keramau seperti sekarang ini satu-satunya andalan pengairan lahan pertanian dari jaringan irigasi pertanian.
Kepala Dinas PU-PR Buleleng Nyoman Suparta Wijaya didampingi Kepala Bidang (Kabid) Pengairan Ngurah Darmika tidak menampik kalau pihaknya sering ditangani pengurus subak yang menuntut kejelasan perbaikan jaringan irigasi yang rusak akibat bencana.
Suparta mengatakan, sejak bencana melanda pihaknya sudah melakukan pendataan terhadap jaringan irigasi, bendung, dan infrastruktur pertanian lainnya. Dari pendataan itu, ada sebanyak 25 lokasi jaringan irigasi rusak. Dari jumlah lokasi kejadian itu, Dinas PU-PR memperkirakan anggaran yang dihabiskan untuk memperbaiki senilai Rp 13,2 miliar lebih. Data tersebut kemudian diserahkan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk diusulkan perbaikan karena kerusakannya disebabkan oleh bencana alam. Sayang, usulan itu tidak bisa ditindaklanjuti lantaran masa tanggap darurat bencana telah berakhir, sehingga usulan perbaikannya mandeg.
“Kami sudah jelaskan kepada pengurus subak yang datang, bahwa semula itu diperbaiki oleh BPBD namun karena regulasi, sehingga belum bisa diperbaiki. Kami juga tidak enak dengan subak karena sekarang musim kering kebutuhan air sangat diperlukan, namun jaringan irigasi masuk rusak dan tidak bisa diperbaiki,” katanya.
Di sisi lain Suparta mengatakan, setelah perbaikan dengan dana tanggap darurat gagal, satu-satunya upaya yang akan ditempuh adalah mengalokasikan perbaikan melalui dana APBD. Karena penanganan sifatnya mendesak, sehingga pihaknya mencoba untuk mengalokasikan anggaran perbaikan jaringan irigasi dalam APBD Perubahan 2017. Hanya saja, tidak seluruh kerusakan itu bisa ditangani karena menyangkut ketersedian anggaran dan waktu pengerjaan dari anggaran perubahan biasanya pendek. Untuk itu, PU-PR dipastikan akan menseleksi usulan prioritas yang akan ditangani dari anggaran perubahan. Khusus untuk kerusakan berat dan membuuthkan dana besar, maka perbaikannya diusulkan dalam APBD induk 2018 mendatang, dan mengalokasikan sumber dana dari pemerintah pusat melalui pos Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Yang perlu dana kecil dan bisa dikerjakan dengan waktu singkat akan dianggarakan dalam perubahan. Kalau danaya besar dan waktu pengerjaan lama, kita programkan tahun depan. Mudah-mudahan pengurus subak dapat memahami kondiis yang terjadi,” tegasnya.(mudiarta/balipost)