ForBALI membuka posko pengaduan terkait pengekangan aktivitas Bali Tolak Reklamasi (BTR). (BP/ist)
DENPASAR, BALIPOST.com – Pengekangan terhadap aktivitas Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (BTR) belakangan massif terjadi. Oknum aparat kepolisian pun dituding terlibat aktif dalam upaya pengekangan itu. Antaralain tampak pada insiden pelucutan bendera dan baju BTR dalam acara Semarapura Festival, Klungkung, 1 Mei lalu.

Lalu berlanjut dengan pelarangan terhadap pemakaian atribut BTR pada event Gianyar Youth Festival. “ForBALI menduga aparatur negara memaksa dan menggunakan tangan panitia untuk menghalau sekaligus melarang pengunjung yang menggunakan baju tolak reklamasi di event Gianyar Youth Festival. Sebagaimana di Klungkung, aparat kepolisian secara agresif melakukan pelucutan bendera-bendera tolak reklamasi Teluk Benoa,” ujar Koordinator Divisi Advokasi Politik ForBALI, Suriadi Darmoko di Denpasar, Rabu (21/6).

Suriadi menambahkan, manuver kepolisian terus berlanjut pada pihak yang hendak melakukan pengurusan ijin keramaian. Kepolisian mewajibkan pengurusan ijin keramaian disertai surat pernyataan untuk tidak menyuarakan penolakan reklamasi Teluk Benoa di acaranya. Bila tidak dilakukan, maka ijin yang diajukan panitia acara tidak akan diterbitkan.

Baca juga:  Ini, Penyebab Gempa 5,4 SR yang Guncang Bali

“Kejadian ini dialami panitia Greatfest 5. Ijin keramaian sebetulnya sudah diterbitkan Polresta Denpasar. Tapi karena ada Superman Is Dead (SID) sebagai pengisi acara, ijin itu kemudian dicabut dan diganti dengan rekomendasi untuk mengurus ijin keramaian di Polda Bali,” jelasnya.

Menurut Suriadi, band SID yang selama ini aktif mengkampanyekan penolakan reklamasi Teluk Benoa juga diminta untuk membuat surat pernyataan. Yakni, tidak akan menyuarakan penolakan reklamasi selama menjadi pengisi acara Greatfest atau panitia tidak mendapatkan ijin keramaian. Selain tiga kejadian di atas, pengekangan terhadap aktivitas BTR bahkan telah berlangsung sejak lama.

Tahun 2014, pernah ada penurunan baliho oleh kepolisian dan TNI. Tahun 2016, Kapolres Badung membawa bendesa adat jelang aksi BTR yang sebetulnya sudah melakukan pemberitahuan aksi sesuai prosedur. Pada saat pawai PKB 2016, dua aktivis ForBALI mengalami pemukulan lantaran memakai kaos BTR.

Baca juga:  Sempat  Lumpuh, Kota Amlapura Berangsur Pulih 

Tahun lalu, pelarangan atribut BTR oleh aparat juga terjadi di konser musik SMAN 1 Tabanan. Kemudian pada awal 2017, 4 baliho BTR di Jembrana diberangus aparat setempat atas perintah Kapolda Bali. “Dulu pengekangan ini bisa kita ukur, yakni ketika presiden datang, pejabat dari pusat datang, atau ada event tertentu. Hari ini tidak, kalau melihat di tahun ini secara massif terjadi. Kita melihat ada satu konstruksi ingin membenturkan antara gerakan BTR dengan masyarakat sipil lainnya. Tindakan pelarangan, perampasan ini juga teror oleh kepolisian untuk menciptakan rasa takut memakai baju Bali tolak reklamasi,” tandasnya.

Koordinator Tim Hukum ForBALI, I Made “Ariel” Suardana mengatakan, masifnya upaya pengekangan terhadap aktivitas BTR kemudian melandasi dibentuknya Posko Penanganan Pengekangan Bali Tolak Reklamasi. Posko mulai diaktifkan Kamis (22/6) ini di Jl. Dewi Madri IV No.2, Renon, Denpasar, dan selalu stand by 24 jam. Pihaknya siap mengawal pelaporan dan pengaduan yang masuk, dengan catatan pengadu memiliki kualifikasi korban atau mewakili korban dan memiliki alat bukti cukup.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Bali Masih 2 Digit

“Karena ini sudah terjadi terus menerus dan kami mencatat hampir ratusan peristiwa sesungguhnya, maka penting bagi kita untuk bersinergi agar masyarakat tidak bingung kemana mengadu. Jika ada pengaduan yang serius, kami memastikan posko ini akan menindaklanjuti secara runut,” ujarnya.

Ariel menambahkan, jika pelaku pengekangan adalah polisi, mekanisme pengaduan dilakukan secara berjenjang pada atasannya. Bila dilakukan kapolda, berarti dilaporkan ke kapolri, kompolnas, hingga propam mabes polri. Pihaknya menilai pelarangan ataupun perampasan atribut BTR oleh aparat kepolisian adalah tindakan ugal-ugalan yang tidak mempunyai dasar hukum.

“Kami menantang mereka (kepolisian, red) untuk menyebutkan dimana bentuk pelanggaran atribut BTR. Baik dalam bentuk gambar, baju, poster, maupun baliho. Kapanpun mereka mau bertemu dengan kita, kami menantang mereka untuk menjelaskan itu,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *