BANGLI, BALIPOST.com – Warga Banjar Bantas Desa Songan Kintamani yang menjadi korban bencana alam tanah longsor mempertanyakan rencana relokasi yang selama ini dijanjikan pemerintah. Para korban bencana berharap relokasi bisa segera dilakukan agar mereka bisa mempunyai tempat tinggal yang layak, aman dan tak lagi harus mengungsi di balai desa saat kondisi cuaca buruk.
Gede Arta salah seorang korban bencana alam di Banjar Bantas mengungkapkan, dari 26 kepala keluarga warga Banjar Bantas yang sempat diungsikan, 3 KK diantaranya termasuk dirinya hingga saat ini masih menempati lokasi pengungsian di balai Desa Songan B. Dirinya dan dua KK lainnya terpaksa masih menjadikan lokasi pengungsian sebagai tempat tinggal karena rumah yang mereka miliki sudah rusak.
Disamping itu mereka juga memilih tinggal di pengungsian karena masih merasa trauma dengan kejadian tanah longsor yang merenggut tujuh orang korban jiwa itu. “Setiap malamnya kami terpaksa tidur di balai desa, karena kami trauma kalau tidur di sini (di Banjar Bantas). Kalau siangnya kami masih bisa beraktifitas disini,” ungkapnya saat ditemui Jumat (23/6) lalu.
Lanjut dikatakan Gede Arta, meski sudah empat bulan berlalu, namun hingga saat ini dirinya dan warga lainnya belum bisa menghilangkan rasa trauma atas kejadian tanah longsor yang terjadi Februari lalu. Terlebih ketika hujan deras mengguyur, dirinya dan keluarganya sering panik karena khawatir tebing tanah yang ada kembali longsor dan menerjang rumah mereka.
Dirinya pun mempertanyakan janji pemerintah yang akan merelokasi para korban bencana ke tempat yang aman. Relokasi sangat diharapkan agar dirinya dan korban bencana lainnya tak lagi harus mengungsi ke balai desa dan rumah kerabat saat cuaca buruk. “Dulu katanya bulan Mei kami akan direlokasi. Tapi sampai sekarang tidak ada kabar. Saya sebagai masyarakat kecil tidak tau macetnya dimana. Saya dan keluarga akan tetap mengungsi di Balai Desa sampai saya punya rejeki untuk membangun rumah,” ujarnya.
Hal serupa juga disampaikan korban bencana lainnya Putu Riana. Dia mengakui bahwa bencana alam tanah longsor yang terjadi di Banjar Bantas empat bulan lalu hingga saat ini masih menyisakan trauma bagi dirinya dan warga yang tinggal di sekitar lokasi longsor. Karena khawatir terjadi musibah tanah longsor kembali, beberapa warga terpaksa tidur di lokasi pengungsian di balai desa saat cuaca buruk. “Kalau cuaca cerah beberapa warga masih berani tidur di rumah mereka. Tapi kalau hujan deras seperti minggu lalu, terpaksa warga tidur di pengungsian,” ujarnya.
Terkait adanya janji pemerintah yang akan merelokasi korban bencana di Banjar Bantas ke lahan yang lebih aman di Banjar Serongga, Riana berharap hal itu bisa segera direalisasikan. Terlebih kondisi tebing yang ada di sebelah lokasi longsor saat ini sudah mulai mengalami retak dan rawan ambrol. “Kami harapkan pemerintah bisa merelokasi kami secepatnya. Biar tidak keburu musim hujan. Sebab kami khawatir tebing yang ada di sebelahnya longsor kalau diguyur hujan lagi,” kata Riana.
Sebagaimana yang diketahui, pasca musibah tanah longsor terjadi Pemkab Bangli telah merencanakan relokasi terhadap para korban bencana ke tempat yang lebih aman. Pasca status tanggap darurat dicabut, Bupati Bangli I Made Gianyar bahkan menargetkan proses relokasi tuntas dilakukan pada bulan Mei. Namun hingga saat ini rencana relokasi tak kunjung teralisasi. Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bangli Wayan Karmawan beberapa waktu lalu mengatakan bahwa sejauh ini proses perelokasian warga yang terkena bencana alam di Kintamani masih dalam tahap pembebasan lahan. (dayu rina/balipost)