Petani
Petani garam di Desa Tejakula. (BP/sos)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa/Kecamatan Tejakula sejak dulu terkenal sebagai daerah produsen garam. Namun, sejak beberapa tahun lalu, jumlah petaninya semakin berkurang. Hal tersebut salah satunya akibat prospek yang dinilai kurang menjanjikan.

Salah satu petani garam, Wayan Supartini (45) menuturkan produksi bumbu dapur bercitarasa asin itu masih digeluti sejumlah masyarakat. Namun, jika dibandingkan dengan sebelum 2010, petani saat ini tergolong sudah sangat sedikit. “Kalau dulu sampai puluhan. Pantai dari barat sampai timur banyak tempat buat garam. Sekarang yang tersisa sekitar 10 lokasi,” tuturnya, Rabu (28/6).

Baca juga:  Pelatih Yulianus Mundur dari Dunia Adu Jotos

Penurunan jumlah itu, sambung perempuan berperawakan gemuk ini disebabkan hasilnya yang dipandang tak lagi menjanjikan. Setiap lahan garapan hanya mampu memproduksi kisaran 10 kilo per dua hari dan harga jualnya tetap stagnan kisaran Rp 7 ribu per kilo. “Hasilnya kalau dihitung per bulan cukup kecil,” terangnya.

Kondisi itu juga disebabkan cuaca yang belakangan ini sering hujan sehingga mengganggu proses penggaraman, disamping adanya alih fungsi lahan. “Lahan pembuatan banyak yang dijual. Itu karena warga perlu uang,” sebutnya.

Baca juga:  Jarang Ditemui, Komoditi Pertanian Lokal Berkualitas

Sementara itu, khusus untuk dirinya, sebagai produsen garam hanya dijadikan pekerjaan sambilan, membantu penghasilan suaminya sebagai nelayan. “Ini hanya untuk sambilan. Kalau dihitung penghasilan sebulan sekitar Rp 1 juta per bulan,” tandasnya. (sosiawan/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *