perajin
Pihak kepolisian saat melakukan penyelidikan di tkp kasus percobaan pencurian di Pura Puseh Bonian. (BP/nan)
BANGLI, BALIPOST.com – Perajin pelawah (penyangga gong atau gamelan) di wilayah LC Uma Bukal, Bangli dihadang beberapa kendala. Selain kerurangan bahan baku, perajin juga kekurangan tenaga untuk mengerjakan kerajinan tersebut. Hal itu diakui salah seorang perajin pelawah gong  Ida I Dewa Raka Gede (70) saat ditemui di bengkel kerja, Rabu (28/6).

Raka Gede menuturkan, dirinya menjadi perajin pelawah gambelan (diluar ukiran) telah digeluti sejak tiga puluh tahun. Kata dia, dirinya tertarik untuk membuat pelawah gambelan berawal dari berkenalan dirinya dengan sosok almarhum Jro Mangku Puger yang tinggal di Banjar Tumbuh, Blahbatuh Gianyar yang juga dikenal sebagai perajin  dan pengusaha yang berkecimpung dalam pembuatan perangkat pelawah gambelan.

Baca juga:  Ini, Dampak Euphoria Demokrasi Tak Sehat

Kata dia, karena saking dekatnya dirinya dengan beliau, dia pun mengajak dirinya untuk ikut bekerja membuat pelawah gambelan atau meninggalkan profesi sebagai tukang kayu bangunan di bengkel kerjanya.

“Kala itu saya bekerja sebagai buruh bangunan di rumah beliau (Jro Mangku Puger) dan beliau mengajak saya untuk ikut mencoba membuat pelaah gamelan itu. Dan setelah saya pikir- pikir karena sulitnya mendapat pekerjaan sebagai tukang bangunanan akhirnya saya mengikuti saran Mangku Puger“ ujar bapak dengan lima orang anak ini.

Dia mengatakan, akhirnya setelah hampir satu tahun bekerja dirumah beliau, akhirnya dia memilih mengembangkan  keahlianya yang didapatkan itu di rumahnya sendiri. Orderan untuk membuat pelawah gambelan memang lumayan banyak. Dibalik tingginya pesanan, justru dia mengaku kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dan tenaga kerja.

Baca juga:  Putus Penyebaran COVID-19 dengan Konsep Tat Twam Asi

Sementara untuk bahan baku pelawah gambelan ada dua jenis yakni berbahan kayu albesia Bali dan Nangka. Untuk bahan baku jenis kayu albesia Bali memang sangat sulit  mendapatkanya. “Untuk kayu nangka tidak begitu sulit membelinya, biasanya untuk kayu nangka kita datangkan dari daerah  Pemalang, Jawa Tengah,” kataya.

Selain bahan baku, tenaga kerja (tukang) untuk membantu pengerjaan orderan juga kekurangan. Karena banyak tukang kayu enggan untuk ikut bekerja di bengkelnya, karena kebanyakan mereka lebih memilih menjadi tukang bangunan ketimbang perajin pelawah.

Baca juga:  Bayi di Tabanan Dinyatakan Positif COVID-19

“Memang kalau bekerja seperti saya ini harus kuat jongkok dan didukung tenaga yang fiit, karena harus mengelupas kayu  yang cukup keras. Jadi untuk membantu pengerjaan orderan saya dibantu anak saya sendiri,” kata perajin asal Balhbatuh, Gianyar itu.

Disinggung soal harga, Raka Gede menjelaskan, untuk perangkat satu set pelawah jenis gong kebyar yang berisikan 1  pelawah untuk terompong, 1 pelawah riong, 2 pelawah jegogan, 2 pelawah untuk ugal, 2 pelawah untuk  dublag, 4 pelawah untuk pemade 2 pelawah untuk kenyur, 4 pelawah untuk kantil, 1 pelawah untuk cengceng dan 1 pelawah dihargai Rp 25 juta. Serta waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan satu set pelawah gambelan menyita waktu hampir satu bulan. (eka prananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *