Layangan Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa meramaikan Pitik Kite Festival yang berlangsung Minggu (2/7). (BP/ist)
DENPASAR, BALIPOST.com – Maraknya pelarangan terhadap pemakaian atribut Bali Tolak Reklamasi belakangan ini justru memantik kreativitas masyarakat Bali dalam menyuarakan penolakan reklamasi Teluk Benoa. Salah satunya yang dilakukan komunitas layangan dari tiga desa adat yang selama ini telah menyatakan penolakan reklamasi Teluk Benoa.

Mereka menerbangkan layangan bertemakan Bali Tolak Reklamasi (BTR) bersamaan dengan diselenggarakannya Pitik Kite Festival 7 pada Minggu (2/7) berlokasi di Carik Abasan, Banjar Pitik, Desa Pedungan, Denpasar. Tiga buah layangan ini ikut menghiasi langit Denpasar dan menarik perhatian penonton.

Baca juga:  Dua Hari Sebelum PPKM Darurat, Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Lampaui 24.000!

Selain ukurannya cukup besar, layang-layang tersebut dihiasi dengan gambar kepal tangan kiri dan tulisan Bali Tolak Reklamasi di badan layang-layangnnya maupun di bagian ekornya yang meliuk-liuk. Bagi masyarakat Bali, gambar kepal tangan kiri merupakan simbol perjuangan bagi masyarakat Bali untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. Layang-layang Bali Tolak Reklaamsi tersebut adalah milik komunitas layangan dari 3 Desa yaitu Kepaon, Pemogan dan Pedungan.

Baca juga:  Bantah Kecurangan di Pemilu, KPU Bali Pastikan Tak Ada Suara Dimakan "Leak"

Saat ditanya mengapa mereka menghiasi layangannya dengan simbul-simbul perjuangan menolak reklamasi, Wayan Widarma dari komunitas layangan Kepaon mengatakan bahwa saat ini banyak terjadi pelarangan penggunaan atribut-atribut tolak reklamasi Teluk Benoa, baik pada saat menonton konser musik ataupun menghadiri suatu event. Pelarangan tersebut bagi Widarma adalah tindakan sewenang-wenang untuk menciptakan ketakutan di masyarakat. “Dalam kesempatan apapun kami akan gunakan untuk menyampaikan pesan bahwa rakyat Bali tetap konsisten menolak reklamasi Teluk Benoa, kami tidak pernah takut untuk mengibarkan maupun menggunakan atribut tolak reklamasi Teluk Benoa,” ucap Widarma.

Baca juga:  Hingga Agustus, Okupansi di Ubud Lebih dari 70 Persen

Di tempat yang sama Kadek Suwandita dari komunitas layangan Pedungan menyampaikan bahwa layangan-layangan bertema tolak reklamasi sangat banyak mengudara akhir-akhir ini, baik untuk festival maupun dalam tradisi melayangan disetiap desa. “Melalui tradisi melayangan inilah kami menggelorakan semangat warga untuk konsisten menolak reklamasi Teluk Benoa,” ujarnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *