SINGARAJA, BALIPOST.com – Setelah diresmikan beberapa waktu lalu, Monumen Perang Pututan Jagaraga di Dusun Dauh Teben, Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan sekarang mulai ramai dikunjungi wisatawan mancanegara (wisman) dan domestik (wisdom). Tak hanya menjadi edukasi sejarah untuk kalangan pelajar dan mahasiswa, lokasi ini dijadikan pilihan tempat foto selfie.
Dari pusat Kota Singaraja, pengunjung bisa menaiki sepeda motor, mobil atau bus ke arah timur dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Sedangkan jika dari pusat wisata Pantai Lovina, Kecamatan Buleleng perjalanan ditempuh sekitar 45 menit. Tiba di lokasi, wisatawan leluasa menyaksikan seluruh areal monumen yang sudah tertata rapi.
Di kawasan ini pengunjung bisa melihat dari dekat sosok pejuang Gusti Ketut Djelentik dan Jro Jempiring yang diwujudkan dalam patung menjulang tinggi. Tangan kedua pejuang ini tampak menghunus keris saat bertempur melawan penjajah Belanda. Lokasi patung ini lah yang menjadi tempat untuk berfoto selfie.
Puas mengabadikan foto bersama pejuang kemerdekaan, pengunjung bisa menyaksikan kisah Perang Puputan Jagaraga dalam diorama yang berada di ruang bawah. Cerita perang heroik itu dipajang lengkap dengan patung berukuran kecil yang dibuat mirip dengan aslinya.
Dimulai dari masuknya kapal barang Belanda di Pelabuhan Sangsit yang kini menjadi Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Dusun Pabean, Desa Sangsit, Kecamatan Sawan. Berikutnya, dikisahkan Gusti Ketut Djelantik menolak penghapusan hukum Hak Tawan karang yang berlaku pada masa itu. Hukum ini menyebut bahwa setiap kapal yang masuk ke Buleleng, barang yang diangkut dikuasai oleh kerajaan pada masa tersebut.
Penolakan ini memicu awal pertempuran yang pertama berhasil dimenangkan oleh pasukan Djelantik. Penjajah Belanda kembali melakukan serangan dan terjadilah perang puputan. Gusti Ketut Djelantik dan Jro Jempiring bersama pasukannya gugur pada 19 April 1849 silam.
Koordinator pengelola monumen Perang Puputan Jagaraga, Gede Hendra Gunawan, saat ditemui Minggu (2/7), mengatakan setiap hari ada saja rombongan wisatawan yang berkunjung. Untuk wisman, kebanyakan asal Belanda dan Jerman.
Ia mengatakan wisatawan sangat menikmati obyek yang ada, tidak saja untuk obyek foto juga sebagai referensi sejarah kerajaan dan penjajahan Belanda. “Sekitar dari enam bulan tamu ramai berkunjung. Kalau mancanegara biasnaya datang setelah berkunjung ke obyek wisata alam di Desa Sekumpul lalu pulanggnya melihat monumen ini. Selain itu, mereka juga mengunjungi kawasan Pura Dalem Segara Madu di seberang jalan,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)