Gubernur
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika. (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Permendikbud No.17 Tahun 2017 yang menjadi acuan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini dituding membuat kisruh. Terlebih ada kuota atau persentase yang dipasang pada 4 jalur PPDB, yakni 10% jalur lingkungan lokal, 20% jalur prestasi, 20% jalur miskin, inklusi, dan kesetaraan, serta sisanya untuk jalur reguler.

Selain itu, Permendikbud juga mengurangi jumlah siswa dalam satu rombongan belajar menjadi maksimal 36 orang saja. Adanya kuota seperti ini disebut tidak fair kepada siswa miskin, khususnya di SMA/SMK.

Masalah dalam PPDB ini dibahas dalam rapat kerja antara gubernur dan DPRD Bali di gedung dewan, Senin (3/7). Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Korry ini diikuti semua komisi yang ada di dewan.

Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta mengatakan, PPDB sudah mengancam keutuhan masyarakat. Terlebih pada jalur lingkungan lokal yang memakai zonasi maksimal kecamatan. Anggota Komisi IV, I Wayan Rawan Atmaja mengatakan, PPDB di Badung paling parah terjadi di Kuta Selatan. Lantaran aturan PPDB melarang sekolah menerapkan double shift, akibatnya ada banyak calon siswa SMA/SMK yang tidak bisa diterima. Padahal, sekolah sebelumnya telah terbiasa membuka kelas pagi dan siang.

Sekretaris Komisi III, Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan, siswa berprestasi di tingkat nasional dan internasional mestinya wajib diterima SMA/SMK. Namun lantaran KK-nya tidak sesuai dengan domisili sekolah, siswa berprestasi itupun akhirnya tidak bisa diterima.

Baca juga:  Amankan KTT G20, TNI AL Siagakan Sejumlah KRI di Perairan Bali

Sementara itu, Anggota Komisi I, I Nyoman Adnyana mengatakan, PPDB menjadi bias lantaran bendesa dan kepala desa ikut dilibatkan. Adanya zonasi juga memunculkan masalah baru yakni pemaksaan untuk urbanisasi.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan, Permendikbud No.17 Tahun 2017 yang menjadi acuan PPDB sebetulnya sudah ideal. Namun kurang mencermati situasi lapangan sehingga tidak bisa sepenuhnya diimplementasikan. “Undang-undang Pendidikan itu wajib belajar 12 tahun. Bagaimana mau 12 tahun kalau dibatasi seperti itu. Kasihan nanti orang miskin harus dipaksa sekolah swasta, kan mahal itu. Bagaimana dia mau sekolah? Kita kan harus berpihak kepada rakyat kita yang miskin,” ujarnya.

Menurut Pastika, sekolah negeri tidak akan ada gunanya kalau hanya bisa mendidik siswa kaya dan pintar. Kalau sudah begini, yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin.

Begitu juga yang pintar akan semakin pintar, dan yang bodoh akan semakin bodoh. Inilah yang disebutnya tidak fair, dan bertentangan dengan keadilan sosial.

“Sudah kaya karena NEMnya bagus masuklah ke sekolah-sekolah favorit semuanya, sekolah negeri, dibiayai lagi oleh negara. Sedangkan orang miskin karena NEMnya rendah, harus sekolah di swasta bayarnya mahal. Ya pasti nggak bisa sekolah lah,” jelasnya.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Bali Naik dari Sehari Sebelumnya, Korban Jiwa Masih Bertambah

Pastika pun meminta dukungan dewan untuk melabrak beberapa aturan PPDB dalam Permendikbud. Apalagi sudah tampak adanya polemik dalam jalur lingkungan lokal dengan zonasi maksimal kecamatan. Sekolah yang berada di kawasan padat penduduk akhirnya banyak mendapat protes lantaran tidak bisa mengakomodir seluruh siswa di sekitarnya. Belum lagi menyangkut jatah siswa di luar kabupaten/kota sekolah berada yang hanya 5% dari keseluruhan jalur.

“Kan aneh, orang dari jembrana misalnya, anaknya sudah lahir di sini karena bapaknya itu punya KK di Jembrana terus harus pulang ke Jembrana kan nggak mungkin. Atau orangnya harus pindah lagi kesini, kan nggak mungkin,” terangnya.

Usai rapat, Pastika langsung memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Biro Hukum untuk membuat peraturan gubernur. Pergub ini akan menjadi payung hukum agar kepala sekolah tidak dikenai sanksi ketika melabrak Permendikbud. Pergub yang rencananya diteken Selasa (4/7) ini, salah satunya mengijinkan sekolah untuk kembali menerapkan double shift.

“Udahlah, orang selama ini sudah ada dua shift, sekarang menjadi cuma satu shift ya jelaslah banyak anak yang tidak masuk. Dari dulu sudah dua shift, ya sekarang dua shift lah. Kan begitu,” tandasnya.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali, TIA Kusuma Wardhani kemarin sudah langsung mengundang Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) di kabupaten/kota. Ketua MKKS diajak rapat untuk menindaklanjuti kesepakatan antara gubernur dan DPRD Bali terkait pembuatan Pergub. Termasuk membicarakan masalah-masalah yang muncul dalam proses PPDB. Mengingat, kebijakan ini nantinya juga akan berpengaruh pada proses pendaftaran ulang calon siswa baru. “Itu yang nanti dibahas, kan masing-masing kabupaten/kota membawa masalahnya apa. Malih jebos kita rapat dulu,” ujarnya.

Baca juga:  Banyak Aset Pemkab Klungkung Belum Terdata

Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali, I Wayan Sugiada mengatakan, Pergub yang dibuat tidak bertentangan dengan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Justru Permendikbud 17 yang tidak sejalan dengan UU diatasnya itu. Permendikbud 17 juga tidak bisa menjadi sumber hukum lantaran tidak ada perintah dalam UU Sisdiknas untuk menteri menerbitkan aturan itu. Dalam hal ini, peraturan yang lebih rendah melabrak ketentuan yang lebih tinggi otomatis batal demi hukum.

“Kedua, yang fatal lagi itu Permendikbud 17 memuat sanksi di ketentuan pasal 30. Aturannya menurut UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, yang boleh memuat sanksi itu ada 3, yakni UU, PP, dan perda. Permendikbud membuat sanksi sampai pemberhentian kepala sekolah, tidak boleh,” ujarnya.

Sugiada memastikan Pergub sudah ditandatangani gubernur Selasa ini. Selanjutnya, Pergub juga akan disampaikan kepada pemerintah pusat paling lambat 7 hari setelah ditetapkan. (rindra/balipost)

BAGIKAN

1 KOMENTAR

  1. “Sekretaris Komisi III, Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan, siswa berprestasi di tingkat nasional dan internasional mestinya wajib diterima SMA/SMK. Namun lantaran KK-nya tidak sesuai dengan domisili sekolah, siswa berprestasi itupun akhirnya tidak bisa diterima.”

    Petikan ini sepertinya terlalu didramatisir oleh penulis karena untuk siswa berprestasi apalagi tingkat nasional bahkan internasional tidak perlu lagi menggunakan jalur lokal yang harus melampirkan kk domisili setempat. Siswa tsb pastinya menggunakan jalur prestasi atau reguler yang lebih menjamin untuk diterima.

    Saya berharap berita yg ditulis untuk masyarakat dapat memberikan arahan yg lebih baik bukannya malah menambah panas suasana
    Suksma.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *