Eksistensi
I Nyoman Mudita. (BP/may)
DENPASAR, BALIPOST.com – Penyelenggaraan PKB telah berlangsung 39 tahun. Dari segi nilai seni, PKB telah mendunia. Secara internasional telah membooming baik tari-tarian dan gamelan. Namun di samping pementasan seni, pada stand UKM juga seharusnya dipamerkan barang-barang seni dan berkualitas. Demikian disampaikan I Nyoman Mudita, owner Mudita Gold and Silver yang juga Ketua Asosiasi Perak Bali, Senin (3/7).

Menurutnya, PKB merupakan ajang para UKM untuk menunjukkan produk seni hasil ciptaannya. Maka dari itu, UKM hendaknya memamerkan barang-barang terbaiknya di PKB yang betul-betul dilihat dari segi seninya. Termasuk stand kerajinan dari logam. Logam yang memiliki nilai seni dan berkualitas adalah emas dan perak. Namun dengan terjadinya perubahan jaman dan tuntutan ekonomi, sejak 5 tahun belakangan bahan logam dari alpaka marak dipajang di stand UKM PKB.

Baca juga:  Rencana Pusat Kebudayaan Bali, Potensi Ini Wajib Diantisipasi

Pangsa pasar lokal maupun nasional berbeda dengan di Asia dan Internasional. Pangsa pasar lokal dan nasional lebih memilih alpaka daripada perak. “Jadi perak bergeser ke alpaka,” ungkapnya.

Padahal alpaka bukan handmade tapi cetakan. Dengan begitu perajin perak yang mengerjakan desain perak berkurang, tergantikan dengan alpaka yang merupakan produk cetakan. Hal itu berarti pengurangan tenaga kerja.

Keberadaan alpaka sejak 5 tahun terakhir juga mendesak kerajinan perak yang telah dibangun sejak 40-an tahun. Masyarakat yang tidak mengerti tentang bahan perak dan alpaka tentu akan membandingkan kedua produk tersebut dari segi harga. “Barang dengan nilai Rp 300.000 sudah bisa dimiliki padahal bahannya beda,” tukasnya.

Baca juga:  Sudikerta Berpakaian Tahanan, Alit Wiraputra Tak Nyoblos

Perak memang memiliki harga yang lebih mahal dari alpaka, namun kualitasnya lebih bagus. “Alpaka itu dikategorikan seng. Kalau orang telinganya tidak cocok, bisa iritasi,” ungkapnya.

Perak yang diakui secara internasional adalah kadar 925. Karena pasar internasional agak lesu, bergeserlah bahan bakunya ke alpaka. Alpaka juga tidak bisa disentuh dengan hati. Artinya, ketika alpaka selesai dipakai,  diletakkan begitu saja seperti barang tidak berharga. “Yang namanya alpaka dipakainya tidak lebih dari sebulan, sudah terbuang. Tidak bisa didaur ulang,” cetusnya.

Sedangkan perak akan diletakkan dengan baik di tempat yang aman, layaknya barang berharga. Ia berharap tahun depan mengingat gaung PKB telah sampai tingkat internasional, sehingga UKM perlu dikembangkan. Pasar juga perlu ditingkatkan ke tingkat Asia dan Eropa. “Ajang satu bulan ini seharusnya UKM itu mempertontonkan kualitas kerja dan motif kerja,” tandasnya.

Baca juga:  Pejudo Bali Sabet 4 Emas di Singapura

Selain itu, dalam mengajukan ijin, pengusaha logam tidak mencantumkan alpaka. Yang tercantum malah perak dan emas. Art center memiliki nilai besar di mata dunia. “Maka Art ini yang menonjol. Dari sisi UKM-nya, art sekarang sudah tidak lagi,” pungkasnya.

Menurutnya, kalaupun nanti alpaka masuk dalam stand UKM di PKB hendaknya letaknya terpisah dari perak dan emas, agar konsumen juga dapat membedakan antara perak dan alpaka.(citta maya/balipost)

 

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *