DENPASAR, BALIPOST.com – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali menegaskan tidak ada organisasi tani lain selain HKTI Bali. Hal itu ditegaskan lantaran muncul organisasi tani yang mengatasnamakan diri HKTI. Sedangkan HKTI yang sebenarnya memakai logo 3 lingkaran dan segitiga yang melambangkan petani memakai capil.
Ketua HKTI Bali, Prof. Dr. Ir. Nyoman Suparta, MS., MM., didampingi Sekretaris, Dr. Ir. Dewa Nyoman Sudita, MP., menjelaskan, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HKTI Bali di bawah kepemimpinannya adalah organisasi HKTI yang dibentuk sejak tahun 1973. Munculnya dinamika pada tubuh organisasi HKTI pada saat berlangsungnya Munas VII HKTI tanggal 12-15 Juli 2010 di Hotel Inna Grand Bali Beach, Denpasar, Bali. Pada Munas tersebut terpilih secara aklamasi Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum DPN HKTI periode 2010-2015.
DPD HKTI Bali yang ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraan Munas VII telah mengurus dan mempersiapkan semua prosedur termasuk perijinan. Bahkan pada saat pembukaan, dihadiri Menteri Pertanian dan Gubernur Bali.
Dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum DPN-HKTI periode 2010-2015 dalam Munas VII, ada orang yang tidak puas dan berambisi menjadi ketua untuk menggalang peserta. “Kemudian muncullah apa yang disebut Munas yang sama tanpa didukung prosedur yang jelas di Hotel Aston, Jalan Gatot Subroto Barat, Denpasar, dengan terpilihnya Oesman Sapta Odang sebagai ketua umumnya,” jelasnya.
Akibat terjadinya kekisruhan dalam Munas VII itu, maka terjadilah gugat menggugat melalui jalur hukum pengadilan. Hasil akhir dari gugatan tersebut adalah Pengadilan Negeri Pusat memutuskan hak cipta logo HKTI yang diajukan Oesman Sapta dibatalkan. Upaya banding sempat dilakukan HKTI versi Oesman ke MA namun ditolak.
Berdasarkan putusan MA tersebut, maka DPN HKTI di bawah pimpinan Prabowo Subianto mendaftarkan kepengurusan HKTI di Kementerian Hukum dan HAM dan berhak atas logo dan nama HKTI dengan surat pendaftaran ciptaan dan sertifikat merk dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Di samping itu sudah dinyatakan sebagai organisasi yang sah telah terdaftar dari Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri.
“Kami hanya keberatan namanya sama. Jika nama sama akan membuat rancu masyarakat dan melanggar UU. Walaupun logonya lain tetapi tetap dengan menamakan dirinya DPP HKTI akan melanggar UU. Kami sudah terdaftar SKT di Kesbangpolinmas Pemprov Bali juga,” katanya. (Citta Maya/balipost)