BIAK, BALIPOST.com – Festival Biak Munara Wampasi (BMW) 2017 berakhir klimaks. Ya, perhelatan yang sudah dilaksanakan ke-5 kalinya itu sukses ditutup dengan dua event unggulannya yakni Parade Budaya dan Snapmor.
Parade Budaya digelar pada Senin (3/7) di Jalan Utama Kabupaten Biak, sementara Snap Mor digelar pada hari Selasa (4/7) di Pantai Karnindi Distrik Biak Barat. Dua rangkaian penutup ini membuat pengunjung yang hadir ke festival yang didukung Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementerian Pariwisata itu hingga pengunjung tumpah ruah.
Ribuan masyarakat, wisatawan nusantara (Wisnus) dan wisatawan mancanegara (Wisman) bergabung jadi satu di dua event yang sangat menarik tersebut. ”Terima kasih kepada semua pihak yang mendukung acara kami, terutama Kementerian Pariwisata, karena tanpa dukungannya, event ini tidak akan konsisten dan gaungnya tidak terasa ke luar Biak,” ujar Bupati Biak Thomas Alfa Edison Ondi. Festival BMW 2017 itu sendiri digelar sejak tanggal 1 hingga 4 Juli 2017.
Menurut dia, Parade da Snap Mor memang menampilkan keaslian dan budaya Biak. “Itulah yang kami jaga terus sampai turun temurun. Kegiatan itu dibalut dengan nuansa yang sangat kental dengan masyarakat Biak,” kata dia.
Parade Budaya diikuti puluhan rombongan seni dari berbagai distrik yang ada di Biak. Setiap distrik memperlihatkan kesenian dan keunikannya dalam menari dan menggelar ritual dengan tarian dengan diiringi musik Tifa. Sepanjang jalan Imam Bonjol Kabupaten Biak dengan mengelilingi kota.
Snap Mor lebih unik lagi. Atraksi budaya masyarakat adat Biak ini adalah seni menangkap ikan di air laut surut yang dipusatkan di pantai Karnindi Distrik Biak Barat. Ribuan orang Biak dari berbagai pelosok kampung di Kabupaten Biak Numfor sejak pukul 05.30 WIT sudah memadati lokasi untuk mengikuti prosesi.
Tampak juga Bupati Thomas Ondy dan Sekretaris Daerah Markus Oktovianus Mansnembra beserta jajaran pejabat eselon II organisasi perangkat daerah. Tak ketinggalanpara politisi dan masyarakat adat setempat ikut serta melaksanakan atraksi budaya Snap Mor.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti didampingi Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya Wawan Gunawan mengatakan, kegiatan ini sangat senang dilakukan oleh masyarakat Biak dan kegiatan ini juga dilakukan guna melestarikan budaya khas masyarakat adat Biak yang berlangsung turun temurun.
“Setiap masyarakat adat Biak sudah mengenal tradisi Snap Mor, ya cara menangkap ikan di air mati. Ini merupakan warisan budaya orang tua yang harus dijaga. Hanya tinggal di jaga atraksinya dan dipromosikan hingga mancanegara,”kata Wawan.
Hingga pukul 08.00 WIT pengunjung masih berdatangan di lokasi Snap Mor pantai Karnindi dengan membawa berbagai perlengkapan alat tangkap ikan seperti jubi (alat tangkap ikan tradisional) dan tempat penyimpan ikan.
Lebih lanjut Wawan menambahkan, selain itu Snap Mor juga biasa dilakukan masyarakat Biak sebagai pesta syukur. Semua warga boleh ikut serta menangkap ikan yang terjebak di perairan dangkal yang telah dipagari dengan jaring, kemudian hasil tangkapan dinikmati bersama-sama.
Tradisi snap mor merupakan bagian dari pesta adat munara, yang dapat dimaknai sebagai kultus pembaruan dalam dinamika kehidupan masyarakat Biak.Ritual tersebut amat lekat dengan laut. Seperti snap mor yang digelar pada masa laut berada pada siklus surut terendah dan pasang tertinggi.
Masa itu berlangsung pada bulan Juli hingga Agustus. Tradisi snap mor yang tetap terjaga sebenarnya menunjukkan kemampuan asli masyarakat asli Biak yang secara turun-temurun mengenali siklus pasang surut. Mereka mampu membaca kondisi laut dan tanda-tanda alam lain untuk menentukan kapan dan di mana ikan-ikan dapat diperoleh.
Kata Wawan, snap mor bisa pula dibilang wujud ucapan syukur atas berkat, yang dirayakan bersama kerabat dan seluruh komunitas masyarakat di Biak. “Biasanya, mereka yang lanjut usia tidak ikut aktif menangkap ikan. Dulu para pemudalah yang menyisihkan tangkapan untuk dibagikan ke orang-orang tua,”kata Wawan bercerita.
Wawan juga menilai bahwa kegiatan ini merupakan sebuah ekspresi budaya lokal, yang di dalamnya mengungkap nilai-nilai kebersamaan menjadi satu unsur penting. ” Budaya itu semakin dilestarikan, semakin bernilai tinggi dan semakin menjadi unggulan di setiap destinasi,” tambah Menteri Pariwisata Arief Yahya. (kmb/balipost)