PPDB
Para orangtua murid sedang mendaftar PPDB. (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Disdikpora Bali dituding kalangan sekolah swasta telah gagal menerapkan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk SMA dan SMK. Buktinya PPDB 2017 di Bali amburadul hingga keluarnya Pergub No 40 tahun 2017.

Pergub ini juga dikritik dan ditentang oleh sejumlah kepala sekolah swasta di Denpasar lantaran adanya PPDB gelombang II yang berdampak pada tersedotnya calon siswa baru yang sudah diterima di sekolah swasta. Pergub dituding turunnya terlalu terburu-buru karena masih banyak SMA dan SMK swasta di Denpasar yang masih kekurangan siswa.

Kepala SMK TP 45 Denpasar, Drs. I Wayan Dastera, Kamis (6/7) mengungkapkan, Pergub PPDB sangat terburu-buru, sebaiknya kalau untuk menampung siswa yang tercecer tak mendapat sekolah negeri dan swasta, pergub mestinya turun setelah 10 Juli.  Saat itu barulah kita tahu riil siswa yang benar-benar tak mendapatkan sekolah.

Kenyataanya, di Denpasar masih banyak sekolah swasta seperti SMK TP 45 dan SMA TP 45  dan sekolah PGRI yang belum mendapat calon siswa maksimal. Di SMK TP 45 baru tercatat satu kelas menerima calon siswa baru, dari tiga kelas yang dicanangkan.

Baca juga:  Satpol PP Bali Sidak Penerapan Pergub, Ini Regulasi yang Paling Banyak Belum Dilaksanakan Perusahaan

Sementara di SMK TP 45 baru mendaftar kembali 10 orang dari 23 yang mendaftar. Belum terhitung untuk SMP swasta PGRI dan SMP Pertiwi yang masih menerima pendaftaran calon siswa baru. Makanya Wayan Dastera mengatakan sebaiknya pendidikan jangan dipolitisasi, demi nama baik dan alasan kemanusiaan sementara membuat sekolah swasta bangkrut.

Hal ini didukung dengan fakta bahwa Permendikbud dikalahkan oleh pergub. Kedua, pergub membuat gelombang masyarakat yang anaknya sudah diterima di sekolah swasta lari ke sekolah negeri. “Belum lagi dipikirkan program lima hari sekolah yang tak membolehkan sekolah negeri double shif,” tegasnya.

Sementara itu kepala sekolah lainnya menilai pejabat di Disdikpora Bali awalnya terlalu saklek dengan Permendikbud dengan kuota 36 siswa per rombel, tanpa memikirkan dampak dari kebijakan tersebut. “Sekdisdikpora Serinah pun sering menjadi buah bibir di kalangan kepala sekolah karena saklek yang menyatakan permendikbud ini harus dijalankan, toh akhirnya dimentahkan oleh pergub,” ujar seorang kasek yang tak mau identitasnya dipublikasikan.

Baca juga:  Akhirnya, Hindu Memiliki Universitas Negeri

Ketua Yayasan PR Saraswati Pusat Denpasar, Ir. Bagus Ketut Lodji, M.S., menekankan pemerintah tak boleh hanya memikirkan sekolah negeri saja, sebab peran sekolah swasta jauh lebih awal dalam mencerdaskan anak bangsa. Apalagi perguruan swasta lahirnya saat perang kemerdekaan 1954 yang mestinya ikut diperhatikan oleh pemerintah. Namun demikian sekolah di bawah Yayasan Saraswati tak mau kalah dengan sekolah negeri karena semuanya tampil berkualitas.

Hal itu dibenarkan Ketua BMPS Bali, Dr. Drs. M.S. Chandra Jaya, M.Hum., bahwa pergub tak boleh menyengsarakan sekolah swasta. Buktinya dengan dibukanya gelombang II PPDB  membuat siswa yang sudah diterima di swasta mencabut dan meminta uangnya lagi.

Baca juga:  Dua Fraksi Apresiasi Rencana Kenaikan Upah Guru Honor  

Hasil pengamatan, menunjukkan gelombang siswa sekolah swasta mencabut biaya pendidikannya terjadi di SMA Dwijendra, SMK PGRI 3 Denpasar, SMK TP 45 Denpasar dan sejumlah sekolah lainnya. Sementara yang menyebut diri tak mendapat sekolah adalah yang ingin memaksakan anaknya diterima di sekolah negeri.

Sementara itu Pergub no 40, kata M.S. Chandra Jaya, hanya memberi peluang bagi KK miskin, dan seleksi jalur prestasi yang terdaftar dan jalur reguler yang luar Denpasar terdaftar. Itu pun  dengan syarat NUN-nya  memenuhi syarat kelulusan di satuan pendidikan tersebut. Pemahaman yang kurang cermat ini membuat masyarakat menilai mereka semuanya akan diterima di negeri. “Ini yang saya sebut membuat masalah baru,” tegasnya. (Sueca/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *