Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) menerima laporan dari Ketua Badan Anggaran DPR Aziz Syamsuddin (ketiga kiri) saat Rapat Paripurna DPR ke-30 masa persidangan V Tahun Sidang 2016-2017 di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/7). (BP/ant)
JAKARTA, BALIPOST.com – Sepuluh fraksi di DPR RI menerima laporan pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan anggaran tahun 2016. Persetujuan diputuskan dalam rapat paripurna DPR, Selasa (11/7) yang mengagedakan pandangan terhadap RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun 2016.

Meski menerima pertanggungjawaban pemerintah, namun banyak catatan kritis disampaikan DPR atas kinerja dan pengelolaan anggaran tahun 2016. Catatan kritis disampaikan Fraksi Gerindra yang dibacakan Juru bicaranya, Heri Gunawan. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga saat ini belum memberi perbaikan signifikan pada masalah ketimpangan ekonomi,” kritik Heri Gunawan.

Kritik tersebut berdasarkan Indeks Gini yang masih berada di angka 0,394. Artinya, pembangunan hingga saat ini belum berkontribusi besar terhadap pengentasan ketimpangan. Tentunya keseluruhan ini menjadi salah satu evaluasi penting terhadap paket-paket program kebijakan pemerintah yang telah di keluarkan.

Baca juga:  Pasien Meninggal COVID-19 Bali Balik ke 2 Digit

Realisasi penyerapan Anggaran Belanja Negara Tahun Anggran 2016 juga dinilai Fraksi Gerindra masih rendah, yakni sebesar Rp. 1.864,27 triliun atau 89,5% lebih rendah dari penyerapan tahun 2015 yang mencapai 91%. “Hal ini mencerminkan kesiapan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan. Kecenderungan penurunan realisasi belanja negara ini diharapkan tidak berlanjut. Jika tren ini terus berlanjut, maka kapasitas pemerintah dalam menjalankan pembangunan patut dipertanyakan,” kata Heri.

Juru bicara Fraksi Partai Demokrat, Wahyu Sanjaya meminta pemerintah menindaklanjuti temuan BPK terhadap beberapa kebocoran anggaran. Fraksi Demokrat juga mengingatkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas belanjanya untuk kesejahteraan rakyat. “Kami meminta pemerintah meningkatkan kualitas belanja di dalam APBN dengan sasaran pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Di sisi lain, pertumbuhan dinilainya masih lambat. Ini, katanya, berdampak pada reaslisasi penerimaan pajak,” tegas Wahyu Sanjaya.

Baca juga:  Tujuh Wilayah Alami Penambahan Kasus COVID-19, Enam Diantaranya Alami Lonjakan Kasus

Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan, secara umum DPR memyambut baik status pengelolaan keuangan negara yang mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK. Ini capaian langka setelah 12 tahun terakhir.

Ridwan Bae, Juru bicara Fraksi Partai Golkar menyampaikan capaian WTP dengan menunjukkan pengelolaan APBN oleh pemerintah yang semakin baik. “Rasio utang dinilainya masih wajar. Dan yang terpenting, pemerintah harus lebih baik lagi mengelola APBN untuk kesejahteraan rakyat,” katanya.

Baca juga:  Soal Taksi Online, Sopir Transport di Bali Minta Pemerintah Adil

Sedangkan, Fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicaranya Andreas Hugo Pariera menyatakan predikat WTP menjadi bukti pemerintah telah menjalankan rekomendasi BPK. Catatan kecil yang disampaikan F-PDI Perjuangan adalah perencanaan pajak harus terukur, karena ini menjadi pilar penting APBN. Di sisi lain, struktur utang juga harus diperhatikan agar tak menjadi beban keuangan di masa mendatang. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *