SINGARAJA, BALIPOST.com – Setelah dua hari melakukan penelusuran, posko drop out (DO) yang dibuka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng menemukan 91 anak di Bali Utara berpotensi drop out (DO) dalam tahun ajaran 2017/2018 ini. Anak ini berpotensi DO dengan berbagai alasan mulai dari kondisi cacat fisik, keterbelakangan mental, lokasi tempat tinggal jauh dengan sekolah, persoalan ekonomi keluarga hingga pihak orangtua tidak mendukung aaknya sekolah dengan alasan untuk membantu mencari nafkah keluarga.
Atas temuan ini, Disdikpora akan membahas kembali agar seluruh anak tersebut bisa bersekolah baik di SMP regular maupun di sekolah luar biasa (SLB). Kadisdikpora Buleleng Gede Suyasa di Singaraja, Kamis (13/7), mengatakan, puluhan anak yang berpotensi DO itu menyebar di sembilan kecamatan dan hanya di Kecamatan Buleleng yang tidak ditemukan anak yang DO. Sebaliknya paling banyak temuan anak potensi DO di Kecamatan Tejakula.
Disdikpora akan membahas kembali bersama Unit Pelaksana Pendidikan (UPP) dan Kepala Sekolah untuk mengarahkan agar puluhan anak tersebut bisa melanjutkan sekolah. Sementara untuk sekolah yang siap menampung, Suyasa memastikan anak itu akan bisa ditampung baik di sekolah di perkotaan dan desa. Bahkan, untuk anak-anak yang cacat SLB akan siap menampung. “Dari selisih anak yang lulus SD tahun ini kami prediksi ada 300 anak, namun tim posko DO bergerak itu ada 91 anak yang berpotensi DO. Anak ini akan kami tarik agar bisa sekolah dan masalah sekolah baik di kota dan desa termasuk di SLB untuk anak yang berkebutuhan khusus, siap menampung,” katanya.
Di sisi lain Suyasa mengatakan, dari segi biaya sekolah sebenarnya tidak ada persoalan karena pemeirntah sudah mengucurkan Dana Oprasional Sekolah (BOS) sehingga siapapun anak bisa bersekolah dengan gratis. Di samping itu, sejalan dengan kebijakan pemerintah yang sudah menggulirkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) seharusnya bisa dimanfaatkan, sehingga program tersebut tepat sasaran, bukan sebaliknya kartu-nya digunakan untuk kepentingan di luar pendidikan.
Sementara kalau alasan ongkos transport atau uang saku, pemerintah akan menyiapkan bantuan angkutan sekolah dan uang saku ditutupi dari bantuan donatur yang tidak mengikat. Hanya yang menjadi persoalan adalah pihak orang tua sendiri yang justru tidak mendukung anak didiknya bersekolah dengan alasan membantu ekonomi keluarga.
Motivasi ini diakuinya akan sulit untuk menyadarkan orangtua, sehingga Disdikpora berharap penyadaran pentinggnya sekolah ini dilakukan bersama guru, kepala sekolah, aparat desa, tokoh masyarakat, dan orangtua itu sendiri agar mendukung upaya pemerintah agar hak pendidikan dasar ini bisa diterima oleh seluurh anak di Buleleng. “Tidak bisa menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi smeua pihak dan terutama orangtua sendiri bisa mendukung agar semua anak bisa bersekolah, bukan sebaliknya sengaja mengajak anak-anak untuk bekerja untuk menghidupi keluarga,” jelasnya.
Seperti diketahui, tahun total tamatan SD sebanyak 11.900 anak telah diterima di SMP regular sebanyak 11.130 anak. Sementara di jalur madrasah tertampung sebanyak 564 anak. Dengan hasil ini, sebagian besar tamatan SD di Buleleng telah melanjutkan ke jenjang SMP dan madrasah. Sekarang tinggal menyelesaikan 91 anak yang berpotensi DO agar bisa melanjutkan ke jenjang SMP sekaligus bisa menyukseskan program wajib belajar 12 tahun. (Mudiarta/balipost)