VIANTIANE, BALIPOST.com – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) terus tancap gas untuk membuka penerbangan membawa wisatawan mancanegara (Wisman) ke destinasi-destinasi di Indonesia termasuk pasar Asia Tenggara.
Akses menjadi bagian penting untuk menaikkan jumlah wisman ke tanah air. Kementerian di bawah komando Arief Yahya melakukan pertemuan dengan maskapai Singapore Airlines Group, Silk Air, di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Viantiane, Laos, Rabu (12/7).
Pertemuan tersebut dilakukan oleh Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pasar Asia Tenggara Rizki Handayani. Wanita yang biasa dipanggil Kiki itu bertemu dengan Manager Silk Air Laos Caleb Sim.
”Terima kasih, kami sangat antusias untuk menjajaki kerjasama dengan pemerintah Indonesia, bisa kita mulai dari mana saja, kami suka dengan Famtrip, kami juga suka dengan festival-festival, sehingga kami bisa membuka penerbangan yang baru ke Indonesia. Terutama membawa pasar Laos yang punya kemiripan dengan Indonesia. Mari kita laksanakan,” ujar Caleb usai pertemuan.
Caleb menambahkan, ke depannya, pihak Silk Air akan mendata berapa jumlah tour and travels yang ada di Laos, dan selanjutnya seluruh industri yang ada di Laos untuk dibawa menggelar Familirazation Trip atau wisata pengenalan di Indonesia.
”Bali sudah sangat populer di Laos dan juga dunia, namun kami juga sudah tahu bahwa pemerintah Indonesia mendorong destinasi-destinasi yang indah yang lainnya, kami akan coba membuka penerbangan dari Laos ke Bangkok, maupun Singapura dan langsung menuju tempat-tempat destinasi lainnya selain Bali,” kata Caleb.
Dalam pertemuan tersebut, Kiki memaparkan banyak peluang untuk membuka penerbangan dan membuat Wisman nyaman di Indonesia. Wanita berhijab itu menceritakan peluang membuka penerbangan ke 10 destinasi prioritas yang telah ditetapkan oleh Kemenpar.
Destinasi yang biasa disebut dengan 10 Bali Baru adalah Danau Toba, Tanjung Kelayang, Morotai, Kepulauan Seribu dan Kota Tua, Borobudur, Tanjung Lesung, Bromo Tengger Semeru, Labuan Bajo, Wakatobi, Mandalika NTB.
Kiki mengambil contoh Bandara Silangit, Sumatera Utara. Kata dia, Indonesia telah memutuskan Bandara Silangit menjadi Bandara Internasional. Kiki juga memaparkan progress wisata di Borobudur dengan paket Yogyakarta, Solo dan Semarang atau biasa disebut dengan Joglosemar.
Destinasi Borobudur sesuai dengan culture dan religi di kawasan Asia Tenggara. Salah satu alasan Wisman asal Asia Tenggara datang ke Indonesia adalah melihat wisata alam budaya dan karya manusia.
Dia memaparkan, wisata budaya menyumbang pasar terbesar mencapai 60 persen. Berdasarkan data tersebut, Kota Yogya, Solo, dan Semarang, layak masuk daftar daerah yang di-branding dalam pemasaran pariwisata internasional termasuk di Laos.
“Bandara Adisucipto dan Ahmad Yani yang masuk Great Joglosemar memiliki kontribusi besar sebagai pintu masuk utama wisman dan juga bisa terus ditambah untuk didatangkan Silk Air. Bisa dikunjungi setelah dari Bali atau sesudah dari Semarang dan Jogja,” katanya.
Kiki juga menjelaskan, bahwa Kemenpar fokus melaksanakan strategi hard selling sepanjang tahun 2017. Langkah tersebut diambil lantaran telah melakukan strategi branding Wonderful Indonesia selama dua tahun.
“Tahun ini kami lebih fokus selling dengan persentase 50 persen, branding 30 persen, dan advertising 20 persen,” kata Kiki.
Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan maskapai penerbangan dan wholesellers. Soal Air Connectivity atau akses udara, Menpar Arief Yahya terus memperbesar daya angkut atau seats capacity.
Sedangkan urusan airline, airport dan authority soal angkutan udara itu domain-nya bukan di Kemenpar. Dibutuhkan total collaboration, dengan Kemenhub, Airlines, Airnav, dan Angkasa Pura.
Sejak dua bulan silam, problem “jembatan udara” buat Indonesia yang berkepulauan ini sudah terdeteksi. Karena itu Menpar Arief Yahya bersama tim Kemenpar melakukan roadshow ke industri Airlines, Angkasa Pura I-II dan Authority, dalam hal ini Kemenhub. Gaya swasta, tidak terlalu protokoler, langsung bicara seolah-olah seperti B to B, mencari solusi terbaik.
“Karena 75% wisatawan itu masuk ke tanah air dengan airlines. Lalu 24% dengan penyeberangan, dan 1% di perbatasan. Sentuh yang terbesar dulu, untuk quick win,” katanya.
Bagaimana mengatasi problem air connectivity itu? Dorong airlines terbang ke destinasi wisata di tanah air. Dorong jam beroperasi airport lebih panjang, hingga 24 jam.
Dorong deregulasi, kemudahan penambahan slot bagi pesawat yang hendak masuk ke Indonesia. “Lakukan joint promo dan paket hard selling,” tandas Mantan Dirut Telkom itu. (kmb/balipost)