burung
Burung hantu yang dilepas di Banjar Pagi Desa Senganan Penebel. (BP/bit)
TABANAN, BALIPOST.com – Tikus merupakan salah satu hama perusak tanaman padi yang sulit diberantas. Tingginya populasi tikus yang muncul saat ini tidak lepas dari turunnya populasi predator alami mereka seperti ular dan burung hantu. Penanganan hama tikus dengan melestarikan predator alami tentu lebih ramah lingkungan dibandingkan menggunakan senyawa kimia. Untuk mengembalikan populasi predator alami tikus, Kelompok konservasi burung hantu melepas 11 ekor burung hantu di Banjar Pagi, Desa Senganan, Kecamatan Penebel.

Pelepasan burung hantu ini dimotori oleh Tyto alba Uma wali Untuk Tani (TUUT) pada Selasa (18/7) lalu. Ketua kelompok TUUT Banjar Pagi, Kadek Jonita menyebutkan burung yang dilepas adalah hasil penetasan serta pemberian masyarakat. Pelepasan Selasa lalu ini katanya adalah kali ke tiga dilepas secara seremonial. “Selain seremonial, pelepasan sering dilakukan jika ada burung di penangkaran siap terbang,” katanya.

Baca juga:  Bali Catatkan Rekor Baru Pasien COVID-19 Sembuh, Meninggal Kembali Bertambah

Jonita menerangkan, pelepasan secara seremonial dilakukan agar masyarakat mengetahui jika burung hantu penting untuk dijaga. Ia menyebut, saat ini pihaknya masih memiliki seekor burung lagi dari Desa Tunjuk yang dibawa pada hari Minggu (16/7) karena mengalami luka pada sayap disebabkan tali layangan.

Untuk pengawasan burung hantu yang telah dilepas ke alam, pihaknya hanya mengandalkan informasi dari masyarakat. Saat ini di Subak Ganggangan ada 14 rumah burung hantu (Rubuha). Selain di subak Ganggangan, pihaknya juga mendapat respon baik dari subak sekitar terkait dengan pelestarian burung hantu sebagai musuh alami bagi hama tikus di lahan pertanian. “Rencana kedepan kami akan melakukan pelepasan burung di Subak Pacung,” terangnya.

Baca juga:  Sambut Pertemuan IMF-WB, Pemkab Siapkan Festival Desa Wisata Nusantara   

Burung hantu yang dilepas oleh TUUT rata-rata berusia sekitar delapan bulan. Jonita memaparkan burung hantu jenis Tyto alba sudah bisa berproduksi ketika usianya sudah di atas setahun.

Kepala Dinas Pertanian Tabanan, I Nyoman Budana Rabu (19/7) menerangkan, pihaknya mengapresiasi pihak-pihak yang ikut menjaga pertanian seperti memberdayakan burung hantu. Untuk pelepasan burung yang dikenal juga dengan nama Serak Jawa itu pihaknya pernah melakukan pada 2002 dua pasang, pada 2015 empat pasang dan 2016 berencana melepas dua pasang, namun sayangnya burungnya mati.

Baca juga:  Tanpa Masker Dilarang Masuk Kelurahan Ubud

Dari pemantauan, burung hantu yang dilepas ini sudah mulai bertambah populasinya. Dalam menangani hama tikus, selain mendorong pelestarian predator alami tikus ada beberapa penanganan seperti pengemposan, penyediaan racun tikus oleh Dinas Pertanian maupun pengeropyokan. Tindakan ini biasanya diawal dengan ngatur piuning oleh petani.

Meski cara-cara menggunakan zat kimia bisa membunuh tikus lebih efektif, tetapi menurut Budana menjaga kelestarian predator alami lebih berpihak pada lingkungan. Untuk itu dia berharap masyarakat khususnya petani untuk menjaga populasi predator alami tikus ini. “Seperti ular. Kebanyakan warga menemukan ular ukuran besar ditangkap dan dijual. Padahal ular adalah salah satu predator alami tikus,” ujar Budana. (wira sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *