janur
Salah seorang pedagang merapikan janur di Parkiran Pasar Badung, Denpasar. (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Penjualan janur harus berijin yang disepakati dalam hasil pembahasan Ranperda Perlindungan Tanaman Kelapa DPRD Banyuwangi mendapat respon dari Bali. Kalangan eksekutif di Pemprov Bali berharap tidak ada gejolak saat ranperda telah diberlakukan menjadi perda. Mengingat secara kasat mata, kebutuhan janur di Bali memang banyak dipasok dari Jawa Timur khususnya Banyuwangi.

“Kita tunggu saja mudah-mudahan tidak ada gejolak. Pasti mereka (Pemkab Banyuwangi, red) itu ingin mengatur penjualannya kemudian mereka ingin supaya lebih tertib. Sepertinya begitu. Sampai saat ini sih belum ada dampak ke kita. Nanti kan kami harus berkoordinasi,” ujar Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali, Ni Wayan Kusumawathi dikonfirmasi, Rabu (19/7).

Baca juga:  Karena Ini, Lima Bulan Berlaku Perda Bangunan Gedung akan Revisi

Kusumawathi mengaku akan terus memantau perkembangan yang terjadi. Termasuk melihat ada tidaknya penurunan pasokan janur ke Bali dari Jawa Timur. Langkah-langkah kerjasama antar pulau juga akan diambil agar Bali tidak kekurangan pasokan. Kendati, janur sebetulnya tidak tergolong sebagai kebutuhan bahan pokok dan bahan penting lainnya sesuai peraturan menteri perdagangan. Namun, masyarakat Bali banyak memanfaatkan janur untuk kebutuhan upacara agama Hindu.

“Tidak perlu dirisaukan menurut saya karena setiap daerah bisa mengatur masing-masing dirinya. Itu kan menyangkut sumberdaya. Kita kan tidak tahu, misalnya dengan janurnya dipangkas begitu tentu mengganggu buah kelapanya,” tandasnya.

Baca juga:  Satu Penghuni Positif COVID-19, Satu Gang Diisolasi

Sementara itu, kalangan legislatif di DPRD Bali justru kurang mengapresiasi ranperda yang dibahas DPRD Banyuwangi tersebut. Anggota Komisi II, A.A. Ngurah Adhi Ardhana menilai rancangan peraturan tentang janur yang ditujukan untuk perlindungan tanaman kelapa itu justru sangat tendensius. Pasalnya, kebutuhan Bali terhadap janur sangat tinggi. Sedangkan peraturan itu mengharuskan penjualan janur agar berijin. Jika tidak, akan dikenai denda Rp 50 juta atau pidana enam bulan penjara.

“Bagaimana kalau Bali juga memberlakukan sama halnya dengan wisatawan yang hendak berkunjung ke Banyuwangi harus juga dengan ijin? Karena Bali juga harus melindungi industri pariwisata yang memang sudah tumbuh sejak lama di Bali sebagai alasannya? Tentu banyuwangi akan keberatan dan akan mengalami penurunan kunjungan wisatanya,” ujar Politisi PDI Perjuangan ini.

Baca juga:  Pembuang Limbah Diganjar Denda Rp 1,5 Juta

Adhi Ardhana menambahkan, ranperda itu masih relevan kalau hanya dihubungkan pada jenis-jenis tertentu tanaman kelapa untuk kelestariannya. Akan tetapi, tanaman kelapa sebetulnya adalah produk perkebunan yang umum dan tidak dilindungi.

Sebelumnya diberitakan, DPRD Banyuwangi sedang membahas Ranperda Perlindungan Tanaman Kelapa yang merupakan revisi Perda No.5 Tahun 1996 (BP, 19 Juli). Nantinya, setiap pedagang janur wajib mengantongi ijin khusus. Pengambilan janur juga wajib berizin. Imbasnya, perdagangan janur dari Banyuwangi ke Bali tidak akan bisa selonggar sekarang. (rindra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *