SEMARAPURA, BALIPOST.com – Produsen pindang di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung sejak beberapa bulan belakangan ini kelimpungan. Menyusul, nihilnya pasokan garam dari wilayah Madura, Jawa Timur.
Supaya tetap berproduksi, kebutuhan bumbu dapur bercitarasa asin itu terpaksa didatangkan dari wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat. Harganya pun lebih mahal dari pada sebelumnya.
Pengelola tempat pemindangan, Wayan Suartini, Kamis (20/7) menuturkan produksi pindang sampai saat ini masih bertahan. Jumlahnya pun tergolong cukup banyak. Namun, ditengah hal itu, industri ini dirundung persoalan. Pasokan garam yang menjadi kebutuhan utama dari Madura sejak dua bulan lalu nihil. “Garam dari Madura sudah dari dua bulan lalu tidak ada. Kami kurang tahu penyebabnya. Mungkin produksinya minim,” ungkapnya.
Supaya tetap bisa berproduksi, industri ini terpaksa menggantungkan kebutuhan garam dari wilayah Bima yang harganya kisaran Rp 3.500 per kilogram, sama dengan garam Madura. Itu naik dari sebelumnya yang hanya kisaran Rp 1.500 per kilo. Hal ini secara otomatis menyebabkan keuntungan terpangkas. “Garam Bima ini kualitasnya cukup bagus,” sebutnya.
Produksi garam, sambung Suartini sejatinya ada di sejumlah lokasi pesisir Kabupaten Klungkung, salah satunya di Kusamba. Namun, itu tak dilirik untuk pemindangan. Alasannya, harga yang terlalu mahal, yakni kisaran Rp 7000 per kilogram, disamping jumlahnya yang tak mampu memenuhi kebutuhan. “Tidak ada yang pakai garam lokal. Harganya mahal,” tuturnya.
Proses pemindangan, ditambahkan perempuan berambut ikal ini untuk setengah ton ikan biasanya membutuhkan 50 kilogram garam. Dibalik hal itu, salah seorang produsen pindang, Dewa Ayi Ratih menuturkan sejak beberapa hari belakangan harga ikan juga naik, dari Rp 17 ribu menjadi Rp 20 ribu perkilogram. “Harga ikan naik, tapi harga jual pindang tidak berubah. Tetap seperti dulu, Rp 40 ribu untuk satu keranjang paling kecil,” tandasnya. (sosiawan/balipost)