GIANYAR, BALIPOST.com – Pelaksanaan yadnya sebagai pengorbanan suci yang tulus ikhlas seharusnya didasarkan pada sastra. Hal ini menjawab kebiasaan “mula keto” yang selama ini ada di masyarakat. Tujuan bernyadnya adalah kesejahteraan, bukan membebani umat. Yadnya bukan saja banten. Yadnya adalah memberi yang kita punya dengan rasa tulus dan ikhlas, ungkap Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran, disela kegiatan penyuluhan PHDI, Jumat (21/7).
Penyuluhan PHDI ini dilangsungkan di tujuh kecamatan, sejak bulan Juni, menghadirkan tokoh agama dan adat setiap desa. Kegiatan penyuluhan untuk memberikan pemahaman kepada umat terhadap esensi swadarmaning beragama dan bernegara melalui implementasi yadnya. Ketua PHDI kabupaten Gianyar, I Nyoman Patra, SH., yang dalam hal ini diwakili oleh Pande Komang Karyawan mengatakan, dalam membina umat ini, PHDI bersinergi dengan Majelis Adat dan Pemkab Gianyar.
Ida Pedanda Putra Kekeran yang memberikan pengetahuan tentang Tatwaning Yadnya Dalam Agama Hindu menambahkan, jika ada yadnya atau adat yang membebani umat, maka perlu adanya transformasi adat dan budaya juga sosial di masyarakat, tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Ida Pandita Mpu Siwa Buda Dhaksa Dharmita. Seperti halnya ketika upacara pengabenan. Esensi yadnya pengabenan adalah mengembalikan unsur panca maha butha yang ada pada tubuh manusia. Terhadap yadnya tersebut dapat dilangsungkan tanpa membebani umat. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan penyesuaian kemampuan dan tujuan dari yadnya itu sendiri. (kmb/balipost)