GUNUNGKIDUL, BALIPOST.com – Pesona Goa Jomblang masih menjadi magnet bagi wisatawan mancanegara (wisman). Setiap hari puluhan wisman antre mencoba eksotisme goa vertikal di Gunungkidul ini. “Bagus! Temukan terus sensasi wisata alam, dipadu dengan kekuatan budaya, itu akan semakin sustainable,” jelas Menpar Arief Yahya.
Menpar Arief yang mantan Dirut PT Telkom itu memang ahli membuat portofolio bisnis. Termasuk di pariwisata, yang dia pecah dalam 3 kategori, yakni culture (budaya), nature (alam), dan manmade (buatan manusia). “Kalau bisa menggabungkan tiga unsur kekuatan itu, maka destinasi itu pasti luar biasa,” ungkapnya.
Kembali ke goa Joblang, wisman dari berbagai negara Eropa, Amerika, Asia seperti Tiongkok, Singapura dan Malaysia tampak berderet siap memasuki goa yang terletak di kawasan pegunungan karts di Gunungkidul ini, Sabtu (22/7). Di mulut goa ini, mereka melengkapi diri dengan helm dan tali. Berurutan mereka dipandu kru Goa Jomblang menuruni pintu goa.
Mereka memasuki goa dengan metode Single Rope Technique ( SRT ). SRT merupakan teknik yang baku digunakan untuk menuruni gua vertikal dengan memakai satu tali sebagai lintasan yang dipakai untuk jalan menaiki dan menuruni tempat yang vertikal.
Para pengunjung turun per dua orang. Hari itu, Budi dan Rahmat yang bertugas menurunkan para pengunjung. Rahmat dengan riang bercakap Mandarin satu dua patah kata yang dia pelajari untuk tamu yang bisa berbahasa Mandarin.
Saat turun ini, fotografer Goa Jomblang mengabadikan ekspresi para pengunjung. Hasil cetakan bisa dibeli saat usai aktivitas. Foto-foto dijejer di pendopo tempat regristasi tamu. Di tempat ini pula makan siang disediakan.
Begitu sampai di bawah mereka akan menemui keindahan Goa Jomblang. Saat berada di dasar goa, dapat dilihat beberapa tumbuhan yang tumbuh subur merimbun. Pada dinding kapurnya ditumbuhi tanaman perdu. Setelah sampai dasar, penjelajah dapat beristirahat pada sebuah bilik bentukan alam. Selanjutnya penjelajah dapat meneruskan perjalanan menyusuri lorong yang menghubungkan goa Jomblang dengan gua vertikal lainnya yang bernama gua Grubug.
Lorong penghubung dua goa tersebut cukup lebar dengan panjang sekitar 500 meter. Lorong tersebut dapat dengan mudah dilalui karena terdapat jalan setapak yang terbentuk dari bebatuan yang disusun memanjang. Kendati begitu, perlu kehati-hatian karena jalur tersebut cukup licin.
Pesona perut bumi pegunungan karst ini makin terlihat setelah sampai pada ujung lorong yang merupakan dasar goa Grubug. Penjelajah bisa melihat keindahan yang luar biasa. Terdapat dua stalagmit yang cukup besar berwarna hijau kecoklatan berdiri tegak di tengah dasar gua Grubug. Apabila penjelajah dapat mencapai dasar gua Grubug tepat pukul 13.00 WIB akan dapat melihat pemandangan yang eksotik dari sinar matahari yang menerobos masuk ke dalam kegelapan ke dasar gua Grubug.
Sinar matahari menyentuh sejumlah stalagtit dan stalagmit yang terbentuk dari tetesan air selama ribuan tahun. Sinar matahari yang masuk membentuk citraan yang tegas bagaikan tangga bidadari yang menjulang keluar goa.
Jack, salah satu wisatawan asal Singapura mengaku terkesan dengan cara memasuki gua vertikal. “Naik dan turunnya goa sangat menantang. Amazing,” kata Jack yang datang bersama enam kawannya.
Goa berdiameter 50 m ini, dijelajahi pertama kali pada tahun 1984 oleh Acintyacunyata Speleological Club ( ASC ). Merupakan kelompok penjelajah goa dari Yogyakarta.
Terdapat aliran sungai yang berasal dari Kalisuci. Aliran ini terletak pada sisi sebelah utara dari stalagmit besar tersebut.
Goa Jomblang masuk wilayah desa Jetis Wetan, Semanu, Gunungkidul. Atau sekitar 10 km dari kota Wonosari, 40 km dari Kota Yogya. Jalan aspal mulus hingga menjelang 1 km ke lokasi parkir. Selebihnya jalan bebatuan, yang membuat penumpang bergoyang-goyang di atas kendaraan. Seperti jalur off-road. Begitu komentar beberapa wisatawan mancanegara. Tapi semua ini tak menyurutkan minat mereka untuk datang ke Jomblang. (Erwan Widyarto)