JAKARTA, BALIPOST.com – Rencana Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dapat mengakses data nasabah perbankan membuat masyarakat ragu menyimpan uang banyak di bank. Langkah pemerintah tersebut sejalan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2017 tentang Keterbukaan Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiastea mengatakan keterbukaan informasi perpajakan seharusnya tidak berdampak pada distrust pada perbankan. Karena, penentuan pajak bersifat penilaian sendiri (self assesment).
“Itu artinya setiap orang bertanggung jawab kepada negara langsung,” kata Ken Dwijugiastea dalam diskusi di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (23/7).
Dengan adanya aturan ini, menurutnya tidak berarti uang simpanan nasabah akan serta merta dikenakan pajak. Tujuan pelaporan informasi keuangan hanya untuk mendapat informasi lebih lengkap sesuai standar internasional, sehingga Indonesia dapat berpartisipasi dalam pertukaran informasi keuangan dengan negara lain.
“Kalau yang potong pajak bukan pegawai pajaknya langsung kan, pasti dari bendahara perusahaan. Jadi pegawai pajak ini hanya memantau nasabah saja, bagaimana pembayaran pajaknya,” jelas Ken.
Ia juga menegaskan masyarakat tidak perlu khawatir, karena akses data nasabah tidak bisa digunakan sembarangan. Dalam aturan ini, nasabah yang memiliki rekening minimal Rp 1 miliar akan dipantau untuk akses perpajakannya. “Tidak perlu khawatir karena ada tata caranya soal siapa yang boleh akses, minta, dan gunakan datanya untuk apa. Tidak serta-merta ada rekening debit atau kredit, langsung dipajaki. Pajak tidak seperti itu, harus dianalisis dulu,” ujarnya.
Pengamat Ekonomi dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), Enny Sri Hartati mengaku pada dasarnya penerbitan Perppu ini tidak masalah jika dipandang dari sisi syarat keterbukaan informasi pajak. Namun, akan menjadi masalah apabila kantor pelayanan pajak tidak sama dalam memberikan penjelasan.
Hal ini penting, karena tanpa ada pemahaman yang jelas kepada masyarakat dalam hal ini wajib pajak, maka masyarakat akan terus dibuat resah. Oleh karena itu, masyarakat ingin kepastian.
Enny menekankan bahwa keputusan untuk membuka akses data nasabah adalah keputusan besar. “Jadi wajar jika ada kegundahan di masyarakat,” kata Enny.
Penerbitan Perppu No. 1 tahun 2017 dilakukan sementara sambil pemerintah merancang Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang akan menaungi perpajakan secara umum. Dalam UU itu nanti terdapat pasal mengenai keterbukaan informasi yang akan mengikat banyak lembaga pemerintah maupun swasta, perbankan maupun institusi keuangan lainnya, supaya tunduk pada keterbukaan informasi untuk perpajakan. (Hardianto/balipost)