DENPASAR, BALIPOST.com – Belakangan ini, menjelang perhelatan politik di Bali, sejumlah elit politik mulai mengambil keuntungan melalui isu penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa. Untuk menunjukkan bahwa gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR) tidak akan mati, Rabu (26/7), ForBALI bersama dengan Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa kembali menggelar aksi damai.
Bertempat di depan kantor Gubernur Bali, aksi damai ini juga untuk menunjukkan bahwa gerakan BTR tidak akan bisa ditunggangi oleh kepentingan politik termasuk kepentingan Pilkada.
Koordinator Umum ForBALI, Wayan Gendo Suardana mengatakan, aksi ini untuk menunjukkan eksistensi bahwa api perlawanan itu terus hidup, meski lama tidak turun karena untuk ambil nafas. Selain itu Gendo menyampaikan, aksi kali ini juga untuk menunjukkan gerakan rakyat yang tidak gampang ditarik kiri kanan hanya untuk kepentingan yang sifatnya pragmatis.
Pihaknya sudah sejak lama mengingatkan kepada seluruh barisan, karena isu BTR ini pasti akan digunakan untuk kepentingan politik dan kepentingan pragmatis mereka untuk menaikkan elektabilitas dan populatitasnya. Bahkan mereka tidak akan segan-segan untuk tebal muka bahkan mengaku menolak reklamasi padahal selama ini mereka diam dan cenderung mengabaikan gerakan rakyat.
“Ini juga membuktikan bahwa, ketika politisi menggunakan isu BTR sebagai isu politik, tentunya ini menunjukkan isu BTR adalah isu yang memang sangat penting. Dan mereka paham, nalar publik menyatakan, reklamasi Teluk Benoa adalah proyek yang buruk. Sehingga mau tidak mau, mereka harus mengambil isu ini untuk merebut suara rakyat,” sentilnya.
Menurut Gendo, aksi ini juga sebagai upaya mengingatkan lagi agar barisan ini jangan terlena dengan manuver elit, serta memperkuat keyakinna mereka, bahwa memang barisan ini ada di garis yang benar, sehingga politisi pun terpaksa mengambil isu ini.
Sementara, Koordinator Pasubayan Desa Adat Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Wayan Swarsa juga menyampaikan hal yang sama, bahwa gerakan ini merupakan desakan dari bawah. Sebetulnya saat ini gerakan BTR bukan diam tidak bergerak. Namun di beberapa tempat juga ada kegiatan, aktifitas yang menunjukkan bahwa gerakan ini tidak mati. Apalagi kalau berbicara tentang adat, tidak ada batasan yang mengataka itu tidak jalan lagi, selama keputusan itu masih merupakan keputusan desa.
“Ini memang menjadi momentum untuk memulai lagi, karena selama ini memang sengaja untuk menghemat energi. Yang pasti semangat ini tidak berkurang sedikitpun,” pungkasnya.
Swarsa menegaskan, aksi kali ini untuk mengkonsolidadikan kembali, bahwa gerakan Tolak Reklamasi ini tidak ada ditungganggi oleh muatan politis. Apalagi saat ini banyak pihak yang mengklaim, seolah-olah mereka ada di dalam gerakan penolakan dengan tujuan politis. “Kita ingin meng clear kan ini bahwa ini adalah gerakan murni, gerakan moral atas nama moralitas untuk menjaga kelestarian, tidak ada kepentingan politis. Bahkan tidak ada deal-deal apapun dengan pihak manapun,” tegasnya.
“Sejak awal memang Pasubayan konsepnya adalah ikatan moral kepada tanah kelahiran. Siapapun nanti calon Gubernur yang benar-benar riil mampu berjuang dengan kita, kenapa tidak. Kalau saat ini kan baru jargon-jargonnya saja, kita juga bisa lebih waspada,” pungkasnya.
Swarsa kembali menegaskan, perjuangan gerakan BTR belum selesai. Kalau berbicara tentang Pasubayan sampai detik ini tidak ada mengarah kepada siapa-siapa calon gubernur. Karena memang dari awal pembentukannya bukan untuk itu. (yudi kurnaedi/balipost)